Khutbah Idulfitri : Teguhkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa untuk Pembumian Syukur Transformatif atas Anugerah

- 10 April 2024, 00:29 WIB
 Menag Yaqut Cholil Qoumas (tiga dari kanan) dalam konferensi pers sidang isbat penetapan 1 Syawal 1445 H atau Idul Fitri 2024 di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, Selasa 9 April 2024.
Menag Yaqut Cholil Qoumas (tiga dari kanan) dalam konferensi pers sidang isbat penetapan 1 Syawal 1445 H atau Idul Fitri 2024 di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, Selasa 9 April 2024. /ANTARA/Lintang Budiyanti Prameswari/

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan puasa Ramadan (bagi umat Islam). (Sejalan dengan itu) aku sangat menganjurkan sebagai sunnah bagi kamu semua, umat Islam, untuk beribadah dengan intens di bulan itu. Siapa pun yang telah berpuasa dan melaksanakan ibadah berdasarkan keimanan yang kokoh, dan mengharap kerelaan Allah, maka ia akan lepas dari segala dosanya, laksana bayi saat ibunya melahirkan.”

Hadis ini menunjukkan adanya kaitan erat makna Idul Fitri dengan fitrah (asal kejadian manusia yang bersih dan suci dari segala dosa). Setiap Muslim yang telah menyempurnakan ibadah puasanya secara formal-substantif dan secara lahir-batin, maka pada hari Idul Fitri ini ia hadir sebagai manusia yang kembali ke fitrah.

Kembali ke fitrah merupakan salah satu anugerah Allah yang sangat berharga. Salah satu indikasinya adalah menguatnya integritas kepribadian. Kita dapat mengembangkan budi pekerti baik dan perilaku luhur pada satu sisi, dan mengendalikan hawa nafsu, emosi negatif dan perilaku jelek pada sisi yang lain.

Demikian pula, Idul Fitri seutuhnya merupakan hari kelulusan atau wisuda bagi umat Islam yang berhasil lulus ujian dengan mampu mengendalikan diri lahir batin dari hal-hal yang diharamkan dan tidak mencerminkan moralitas luhur selama bulan Ramadan. Sebagai hari kembali ke fitrah dan hari wisuda, Idul Fitri perlu disyukuri dengan memperbanyak takbir, tahmid dan kalimat-kalimat thayyibah. Dalam bingkai itu, semoga kita, umat Islam, khususnya seluruh jamaah solat Idul Fitri di Masjid Istiqlal ini termasuk orang yang kembali ke fitrah dan berhasil menjadi wisudawan-wisudawati terbaik. Dengan demikian, kita bisa naik ke kelas yang lebih tinggi dalam ucapan sikap dan perilaku dalam sekolah kehidupan ini pada tingkatannya masing-masing

Namun terlepas apa pun capaian yang telah kita raih, kesungguhan upaya yang telah kita lakukan perlu disyukuri tidak hanya dengan pengakuan hati dan ungkapan lisan, tapi juga dengan tindakan yang implementatif dan transformatif.

Kita wajib mewujudkan rasa syukur dan pengagungan itu selain melalui tahmid, takbir dan sejenisnya, juga yang tidak kalah penting melalui kegiatan nyata dengan mengaktualisasikan dan membumikan segala anugerah Allah ke dalam kehidupan sosial yang dapat memberikan kebaikan dan kemaslahatan bersama.

Mengenai hakikat syukur ini, Imam al-Ghazali menjelaskan:

فَالشُّكْرُ هُوَ اسْتِعْمَالُ النِّعْمَةِ فِيمَا خُلِقَتْ لَهُ

(Hakikat bersyukur adalah menggunakan karunia yang diberikan Allah sesuai dengan tujuan penciptaannya).

Berdasar pernyataan al-Ghazali tersebut, selain dengan lisan, syukur juga harus diungkapkan dengan aksi gerakan nyata. Melalui syukur ini, kita menjadikan segala anugerah Allah sebagai modal untuk melakukan perubahan ke arah kebaikan dan kemaslahatan bagi kita bersama dan kehidupan.

Halaman:

Editor: Eveerth Joumilena

Sumber: kemenag.go.id


Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah