Dulunya, masyarakat setempat mendapati banyak tulang manusia berserakan pada celah tebing Pulau Putri. Namun, hanya tulang putri duyung yang dikumpulkan dan kemudian dibuatkan makam di celah tebing itu.
Secara ilmiah, duyung disebut dugong dugon. Dugong bukanlah sejenis ikan tetapi tergolong dalam hewan mamalia laut pemakan tumbuhan lamun. Perairan Teluk Berau memiliki padang lamun yang menjadi habitat dugong.
Dugong memiliki tulang belakang dan rusuk untuk melindungi paru-parunya. Kepala dugong hampir mirip dengan manusia karena memiliki rahang atas dan bawah.
Dugong juga memiliki enam tulang leher sehingga kepalanya bisa menengok.
Tungkai dugong terdiri atas tulang-tulang yang menyusun hasta, pengumpil dan struktur seperti jari. Telapak tangan dugong terdapat di balik sirip, sirip ini seperti dayung.
Baca Juga: Mengenal Suku Bauzi di Papua dengan Sejumlah Alat Berburu dan Korek Api Tradisional
Dugong dikenal sebagai binatang yang akrab dan ramah terhadap manusia. Dalam beberapa kejadian, seperti lumba-lumba, dugong menyelamatkan nelayan yang tenggelam karena kecelakaan perahu.
Berdasarkan hal tersebut, mitos yang dipercaya masyarakat Teluk Berau, dugong sebagai jelmaan manusia dan suka menolong nelayan, sehingga masyarakat setempat tidak melakukan perburuan.
Kegiatan nelayan di Teluk Berau dipengaruhi oleh kondisi ombak dan musim angin. Sehingga jika nelayan berperahu pada saat musim ombak besar dan angin kencang, rawan terjadi kecelakaan laut.