Demokrasi Pancasila : Mimpi atau Kenyataan ?, Oleh : Jihad Tuharea (Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Papua)

- 5 Februari 2024, 15:13 WIB
Penulis adalah M. Jihad Tuharea, Mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Papua.
Penulis adalah M. Jihad Tuharea, Mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Papua. /

Masyarakat merasa diberi peran untuk berpartisipasi dalam mengontrol jalannya suatu pemerintahan, sehingga suatu pemerintahan mengalami kemajuan karena dapat mengakomodir aspirasi suatu masyarakat.

 Baca Juga: Polda Papua dan Universitas Muhammadiyah Papua Teken Kerjasama Siap Bangun SDM Negeri Cenderawasih

Namun ketika hak menyampaikan saran kritik dibungkam dengan alasan stabilitas suatu negara tidak stabil, atau karena dianggap sebagai suatu acaman atas jalannya proses pemerintahan, maka dapat dipastikan demokrasi yang kita elukan itu mengarah pada demokrasi yang tidak mencerminkan suburnya suatu demokrasi.

Sebab monokrasi terdapat kecenderungan kekuasaan mengendalikan demokrasi sesuai dengan seleranya, nah rakayat tidak ingin hidup dalam suatu negara yang demokrasi, tetapi sebagian hak demokrasinya terabaikan.

 

Kesadaran dalam berdemokrasi


Dalam kondisi negara tidak stabil seperti saat ini, maka rakyat paling tidak memiliki kesadaran untuk memahami kondisi yang ada, mulai dari konflik di Papua, gempa bumi di Ambon, penusukan terhadap menkopuhulkam dan lain-lain.

Dari deratan sejumlah peristiwa tersebut rakyat harus juga bersikap arif dan bijak saat menyampaikan kritik saran dalam ruang demokrasi, sehingga tidak menjadi momok dalam demokrasi yang kita anut, artinya ekspresi menyampaikan saran pendapat dalam bentuk apapun dari masyarakat, selama itu tidak keluar dari koridor nilai demokrasi yang kita anut ( saya sebutnya sebagai demokrasi pancasila).

Sebab kebebasan berdemokrasi yang di atur dalam konstitusi kita (baca pasal 28 UU 1945) itu memberikan syarat bahwa selama itu terukur dan tidak keluar dari nilai demokrasi yang suda menjadi konsensus bersama maka harus rakyat juga sportif untuk menjalankan, jangan kebebasan berdemokrasi ditafsirkan sesuai selera emosi rakyat, atau ditafsirkan seperti demokrasi di negara lain.

Disinilah kita harus paham soal budaya demokrasi kita, yang di mana tidak sepenuhnya kebebasan itu murni untuk dijalankan tanpa pertimbangan aspek sosiologis, budaya dan agama, andaikan kebebasan berdemokrasi itu dijalankan seperti dipraktekan di negara liberal maka tentu tidak sesuai dengan kondisi yang ada di Indonesia

Halaman:

Editor: Eveerth Joumilena

Sumber: Universitas Muhammadiyah Papua


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x