Amnesti Internasional Indonesia Menilai KUHP yang Baru Sebagai 'Pukulan Mundur' Terhadap Hak Asasi Manusia

- 6 Desember 2022, 17:54 WIB
Sejarah Hari Amnesti Internasional 28 Mei beserta pentingnya gerakan global ini
Sejarah Hari Amnesti Internasional 28 Mei beserta pentingnya gerakan global ini /RODNAE Productions/Pexels

Pada 6 Desember 2022, Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia mengesahkan KUHP yang baru, sebuah revisi terhadap KUHP produk era kolonial Belanda yang sebagian besar tidak berubah sejak 1908.

Undang-undang tersebut disahkan di tengah kritik publik yang meluas atas ketentuan yang berpotensi disalahgunakan dan disalahtafsirkan untuk membatasi hak asasi manusia secara berlebihan, termasuk hak atas kebebasan berekspresi, berkumpul dan berserikat secara damai, privasi, serta hak reproduksi seksual.

KUHP baru mengembalikan pasal-pasal yang melarang penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden – yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2006 – baik secara langsung maupun melalui sarana audiovisual atau digital, masing-masing dapat dihukum hingga 3,5 tahun dan 4,5 tahun penjara.

Di dalamnya termasuk pasal-pasal yang mengkriminalisasi penghinaan terhadap lembaga pemerintah dan negara yang sah, dan juga melarang demonstrasi publik tanpa izin yang dianggap mengganggu ketertiban umum. Ketentuan luas ini dapat disalahgunakan untuk menekan kritik yang sah dan pertemuan damai.

Undang-undang mempertahankan penjara sebagai hukuman untuk pencemaran nama baik dan penodaan agama, sementara tetap mempertahankan ketentuan makar yang selanjutnya dapat membatasi hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi serta kebebasan beragama atau berkeyakinan.

Hubungan seks di luar nikah diancam hukuman pidana satu tahun penjara dan kohabitasi di luar nikah selama enam bulan penjara. Ini juga berpotensi mengkriminalisasi promosi kontrasepsi sambil mempertahankan aborsi sebagai tindakan kriminal.

Selain itu, ketentuan baru tentang genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam KUHP yang menghilangkan prinsip retroaktif bertentangan dengan hukum internasional hak asasi manusia dan berpotensi menutup akses korban pelanggaran HAM berat masa lalu terhadap keadilan, kebenaran, dan pemulihan yang komprehensif.***

Halaman:

Editor: Eveerth Joumilena


Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x