Serangan Siber hingga Video Syur Hebohkan Warganet Sepanjang 2020, Keamanan Siber Dipertanyakan

29 Desember 2020, 21:44 WIB
Ilustrasi teknik pengolahan data siber. /UNSPLASH/Jefferson Santos

 

PORTAL PAPUA - Pandemi Covid-19 saat ini rupanya memicu rendahnya kesadaran berkeamanan siber, baik oleh negara, swasta, maupun individu dan masyarakat.

Begitu banyak peristiwa yang terjadi sepanjang tahun 2020 ini seperti pencurian data, baik di dalam maupun luar negeri, bahkan di penghujung tahun ini heboh dengan video syur.

Meskipun ini adalah masalah global, ditambah lagi dengan pemakai internet lebih dari 180 juta penduduk, tentunya Indonesia harus lebih serius dalam menanggapi permasalahan ini.

Baca Juga: Baru Ditetapkan Tersangka, Gisel Malah Update Story Begini, Netizen: Masih Sempet-sempetnya Loh

Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi (Communication and Information System Security Research Center/CISSReC) memprediksi pada tahun 2021 kerugian serangan siber secara global bakal mencapai 6 triliun dolar AS (Rp84.000 triliun rupiah) pada 2021.

Pada Selasa 29 Desember 2020, Ketua CISSReC, Dr. Pratama mengatakan, serangan siber saat ini diperkirakan akan menjadi lebih umum, lebih kuat, dan lebih maju pada tahun-tahun mendatang.

Dr. Pratama menggarisbawahi pentingnya negara, dunia industri, dan pendidikan tanah air untuk melihat selama 2020 ada satu hal penting, yaitu pencurian data.

Baca Juga: Masuk dalam Agenda Prioritas, Kapolda Siap Ringkus Penambang Emas Ilegal di Papua Barat

"Pencurian data atau serangan siber memang sangat sulit dicegah. Namun, itu semua bisa ditekan dengan pendekatan hukum lewat undang-undang serta pendekatan SDM dan teknologi," tegas pakar keamanan Siber tersebut, dikutip dari ANTARA.

Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi menjadi pembahasan pemberitaan selama 2020 karena begitu banyak kebocoran data dan masyarakat tidak bisa apa-apa karena tidak ada instrumen yang melindungi.

Ditambahkan lagi, semua pihak di tanah air harus membagi fokus selain pada persoalan Covid-19 juga bagaimana meningkatkan keamanan siber tanah air. Tanpa pengamanan integral, tentu investor akan sulit berinvestasi di Indonesia.

Baca Juga: Bansos Digunakan untuk Beli Rokok, Menko PMK dan Mensos Angkat Bicara

Pada masa pandemi Covid-19 ini, tentu bangsa ini ingin terus memastikan investasi hadir di Tanah Air. Negara harus memahami satu hal penting saat ini bahwa para pemilik modal ini selain masalah Covid-19 juga menjadikan keamanan siber sebagai faktor terpenting sebelum berinvestasi.

Peristiwa seperti bocornya data dari Tokopedia, Bukalapak, Bhinneka, dan banyaknya peretasan pada web pemerintah, swasta, dan bahkan media pada tahun 2020 diharapkan bisa ditekan sehingga meningkatkan kepercayaan dunia internasional pada Indonesia.

Oleh karena itu, dosen pascasarjana pada Sekolah Tinggi Intelijen Negara ini menggarisbawahi pentingnya UU Perlindungan Data Pribadi selesai segera pada 2021.

Baca Juga: Terbongkar, Ini Profil MYD dalam Kasus Video Syur 19 Detik Gisel Anastasia

Hal itu mengingat pada tahun 2021 akan menjadi tahun yang berat bagi bangsa ini karena pandemi belum akan selesai. Semua sektor terdorong dan terpaksa melakukan digitalisasi.

Situasi ini menjadi penting dan harus dilihat negara sebagai tantangan untuk segera menghadirkan banyak instrumen pendukung agar peraturan, SDM, dan teknologi hadir dalam beberapa tahun mendatang bisa mendukung perubahan yang terjadi secara global ini.

"Indonesia tidak boleh tertinggal dan tidak boleh hanya menjadi konsumen saja," kata pria kelahiran Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah ini ketika dikonfirmasi via WhatsApp.

Baca Juga: Cara Cepat Cairkan BLT UMKM Tahap 2 Rp2,4 Juta, Cek Syarat-syaratnya Sekarang!

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mohammad Mahfud Mahmodin juga sudah menyampaikan untuk menjaga situasi ruang siber agar hoaks tidak terus menyebar dengan adanya polisi siber pada tahun 2021.

Menurut Pratama, bila memang polisi siber bisa menjalankan tugasnya sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat, itu akan sangat baik.

Tentu ide polisi siber ini perlu diuji apakah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Jadi, jangan hanya fokus pada hoaks, masyarakat sebenarnya perlu pada kasus-kasus penipuan daring (online).

Baca Juga: BNPB Sebut Potensi Gempa dan Tsunami Hebat Akan Terjadi di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat

Bila polisi siber ini, misalnya, bisa menyelesaikan berbagai kasus penipuan daring dan pencurian akun media sosial, rasanya masyarakat akan sangat mendukung hal ini. Pasalnya, pada praktiknya setiap ada penipuan daring, masyarakat hanya bisa melapor dan sulit untuk menemukan pelaku serta mengembalikan dananya.

Kejadian Sepanjang 2020

Pada akhir Januari 2020, situs penjual data kartu kredit Joker Stash mengeluarkan setidaknya empat list (daftar) data transaksi kartu kredit yang diperkirakan lebih dari 30 juta data transaksi.

Baca Juga: Kasus HRS Dikaitkan dengan Politik dan Islamofobia di Indonesia, Ini Tanggapan Menko Polhukam

Diperkirakan Joker Stash menjual data tersebut di 40 negara, sebagian besar di antaranya berasal dari transaksi di Amerika Serikat.

Tidak berselang lama, di awal Februari 2020 masyarakat diimbau untuk mewaspadai e-mail atau surat elektronik (surel) palsu berisi ancaman virus corona. Karena di Jepang ditemukan sejumlah malware yang disebarkan lewat surel dengan teknik phishing.

Pembajakan WhatsApp menimpa Ravio Patra pada akhir April, yaitu seorang peneliti kebijakan publik. Selama 2 jam, akun WhatsApp Ravio diduga telah dikuasai pembajak. Pelaku peretasan itu ketika menguasai akun WhatsApp Ravio, menyebarkan pesan berantai ke nomor-nomor telepon yang bukan kenalan Ravio.

Baca Juga: Di Saat Gisel Ramai Dibicarakan, Ini Unggahan Gading Marten yang Menarik Respon Netizen

Awal Mei publik di Tanah Air dihebohkan Tokopedia dengan bocornya 91 juta data pengguna. Pelaku menjual data di dark web (web gelap) berupa user ID, e-mail, nama lengkap, tanggal lahir, jenis kelamin, nomor handphone, dan password yang masih ter-hash atau tersandi. Semua dijual dengan harga 5.000 dolar AS atau sekitar Rp74 juta.

Di akhir Juni 2020, Webinar di Zoom yang dihadiri Wakil Presiden Ma'ruf Amin diduga diretas. Saat Wapres berbicara, tiba-tiba tampilan layar Ma'ruf Amin penuh dengan coretan. Aksi pertasan itu terjadi di hadapan ribuan orang yang menjadi peserta webinar.

Peretasan situs berita tidak hanya terjadi pada Tempo.co, tetapi juga media online Tirto pada Agustus 2020. Pemimpin Redaksi (Pemred) Tirto Sapto Anggoro menduga pihak-pihak yang merasa tersinggung atas konten berita di Tirto yang melakukannya.

Baca Juga: Tak Ingin Kena Denda, Warga Dubai Harus Penuhi Beberapa Syarat Guna Gelar Pesta Tahun Baru 2021

Data pengguna ShopBack dan RedDoorz Bocor pada bulan September 2020, Otoritas Singapura dilaporkan sedang menyelidiki pelanggaran kebocoran data pada ShopBack setelah perusahaan platform cashback e-commerce tersebut mengumumkan insiden yang melibatkan akses tidak sah ke data pribadi pelanggan.

Pada Oktober 2020, publik Tanah Air ramai saat situs web DPR yang beralamat dpr.go.id diretas. Hal tersebut diketahui melalui sebuah video yang viral di media sosial. Video tersebut memperlihatkan halaman muka situs web DPR yang tulisannya diubah menjadi "Dewan Pengkhianat Rakyat".

Dikabarkan pada November 2020 aplikasi Muslim Pro yang menjual data penggunanya ke Militer Amerika Serikat (AS) menghebohkan masyarakat. Diketahui militer Amerika Serikat membeli data tersebut untuk mendapatkan lokasi pengguna.

Baca Juga: Ini Daftar Bantuan yang Akan Disalurkan Pemerintah Pada Tahun 2021, dari PKH Hingga BLT

Pada awal Desember 2020 publik Tanah Air sekali lagi dikejutkan beredarnya video syur yang diduga mirip artis. Ketika video maupun foto intim yang disimpan di smartphone tersebar di banyak pijakan media sosial maupun aplikasi pesan singkat, konten itu akan sangat sulit untuk dihapus.***

Editor: Ade Riberu

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler