Merindukan Status Terhormat Pendidikan, Oleh : Drs. Jan Willem Ongge, M.Pd, M.Th

- 9 Agustus 2022, 11:33 WIB
Ilustrasi para pelajar di Biak Numfor saat mengikuti parade karnaval semarakan HUT Kemenrdekaan Indonesia  ke - 77 tahun.
Ilustrasi para pelajar di Biak Numfor saat mengikuti parade karnaval semarakan HUT Kemenrdekaan Indonesia ke - 77 tahun. /

Kedua, kegiatan pendidikan tidak dapat ditempatkan di atas kertas kosong dan terpencil dari kegiatan masyarakat, yang menurut perlunya desentralisai kurikulum dan praksis pendidikan. Artinya, bukan lagi kegiatan kependidikan sebagai alat atau sarana memenangkan pertarungan politik, tetapi didasarkan-demi dan bersumber pada-jati diri setiap peserta didik sebagai pribadi yang unik.

Baca Juga: Perkuat Kunjungan Menkumham ke Biak dan Jayapura, Kanwil Papua Gelar Rapat Bersama Dengan Semua Jajaran

Ketiga, pendidikan sebagai kata kerja (pembudayaan) mengandalkan pemahaman yang benar tentang psikologi perkembangan sehingga ditinggalkan jauh-jauh keterampilan menghafal. Kegiatan belajar-mengajar berarti bagaimana pesrta didik dibimbing menemukan makna sehingga konsep belajar bermakna tidak sekedar jadi kajian filsafat pendidikan tetapi sebagai dasar kebijakan pendidikan. Psikologi pendidikan Piaget maupun Kolberg, misalnya, perlu menjadi pedoman bagaimana proses belajar adalah proses konstruksi.

Dari dalam negeri, filsafat pendidikan Drijarkara-secara tajam merumuskan pendidikan sebagai proses pembelajaran-mengandalkan manusia sebagai titik sentral. Hal yang sama, dalam rentang waktu berbeda , dirumuskan dasar-dasar pendidikan oleh Ki Hajar Dewantara maupun oleh pemikir pendidikan yang pernah ada di negeri ini, seperti Pakasi dengan sistim modul (dicobakan di sekolah-sekolah lan unuversitas negeri pendidikan ) maupun YB Mangunwijaya dengan sistim pendidikan dasar yang bertolak dari psikologi perkembangan Poaget (sekolah laboratorium SD Mangunan di Sleman, Yogyakarta).

Keempat, sebagai konsekuensi pemahaman itu, penyediaan anggaran yang mencukupi adalah syarat mutlak. Pendidikan memang mahal mesti dipahami sebagai haln yang seharusnya bila kegiatan itu bukan sekadat pelengkap pengembangan sumber daya alam. Rumusan ini mempertajam kritik rendahnya penghargaan praksis kependidikan disbanding dengan pengerukan sumber daya alam. Walaupun semua menyadari sumber daya alam sebagai sumber yang bisa habis , sementara manusia sebagai sumber daya yang tidak pernah habis.

EMPAT keharusan itu memang tidak dijabarkan secara panjang lebar dalam tulisan ini, tetapi tersirat dalam makna tulisan ini. Dalam sebuah seminar penulis pernah ikuti seminar ber- topik QUO VADIS dalam arti sudah menuju kemana dan harus menuju kemana -sebuah rumusan klasik sekaligus klise, menegaskan kita sudah kehabisan kata-kata. Sampul majalah Basis edisi N0.07-08 Tahun Ke-49 Juli-Agustus 2000, seorang ibu yang mata kirinya tercucuk pensil dan air mata berlelehahan keluar, menggambarkan dengan tepat metafor yang ditangkap bahwa “pendidikan selama ini hanya menghasilkan air mata”. Sungguh tragis sekaligus sadis, sebab bisa saja mereka yang berpikir moderat dan sedikit positif akan berkilah, kita semua ini adalah hasil praksis pendidikan yang demikian rusak itu.

Karnaval Bhineka Tunggal Ika di Kabupaten Biak Numfor.
Karnaval Bhineka Tunggal Ika di Kabupaten Biak Numfor.

Akan tetapi, metafor itu mengingatkan adanya perasaan Bersama tentang masa depan pendidikan di Indonesia. Kita merindukan seorang pendidik atau pejabat di departemen yang memahami betul pedagogi , bukan sekedar seorang politisi. Atau kita merindukan sebuah praksis pendidikan yang terlepas dari maksdu-maksud memperalatnya sebagai alat politik praktis.

Pembahasan masalah kurikulum mengulang dan menegaskan kembali perlunya melihat praksis pendidikan sebagai isu bersama, yang pantas disejajarkan dengan isu politik praktis. Membawa persoalan pendidikan menjadi isu politik, pada gilirannya menjadi isu public, menyeru bidang ini lebih diberi perhatian dan bukan sekedar pelengkap pengembangan sumber daya alam (SDA).

Diperlukan pendobrakan total, sehingga gambaran kejam mata seorang ibu tercucuk pensil atas nama pendidikan , perlu dihentikan.Otoritas pendidikan sudah seharusnya dikembalikan pada hak anak dan orang tua, dan bukan hak politisi.

Halaman:

Editor: Fransisca Kusuma


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x