Curhat Jokowi soal Subsidi Pertalite, Dilema Daya Beli atau Jaga APBN

- 8 Agustus 2022, 20:42 WIB
Jokowi Tegaskan Ada 3 Pemekaran Provinsi Baru di Papua. insert. Richard (PP)
Jokowi Tegaskan Ada 3 Pemekaran Provinsi Baru di Papua. insert. Richard (PP) /

PORTAL PAPUA  -  Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan harga BBM jenis pertalite jika tak disubsidi bisa mencapai Rp17.100 per liter.
Tapi, pemerintah masih menahan harga BBM pertalite di level Rp7.650 per liter di tengah lonjakan minyak mentah dunia. Kalau tidak, masyarakat berpotensi melakukan demonstrasi berbulan-bulan.

"Bayangkan kalau pertalite naik dari Rp7.650 harga sekarang ini, kemudian naik menjadi harga yang benar adalah Rp17.100, demonya berapa bulan?" ungkap Jokowi dalam acara Silaturahmi Nasional PPAD di Sentul Bogor, Jumat, 5 Agustus 2022.

Baca Juga: Curhat Jokowi soal Subsidi Pertalite, Dilema Daya Beli atau Jaga APBN

Jika harga pertalite normal tembus Rp17.100 per liter dan setelah disubsdi hanya Rp7.650 per liter, berarti pemerintah mengalokasikan subsidi Rp9.450 per liter.

Kuota pertalite ditetapkan 23 juta kiloliter tahun ini. Namun, PT Pertamina (Persero) sendiri memproyeksi kuota akan jebol hingga menjadi 28 juta kiloliter.

Anggaplah kuota benar-benar sampai 28 juta kiloliter atau 28 miliar liter. Jika dikalikan dengan Rp9.450 per liter, maka total subsidi yang dikucurkan pemerintah untuk pertalite saja berpotensi tembus Rp264,6 triliun tahun ini.

Ini baru pertalite, belum subsidi energi lain seperti solar dan listrik. Lalu, subsidi non energi, seperti pupuk.

Pemerintah sendiri telah menaikkan anggaran subsidi khusus energi dari Rp170 triliun menjadi Rp502 triliun pada 2022.

"Perlu kita ingat subsidi terhadap BBM sudah terlalu besar dari Rp170 triliun sekarang sudah Rp502 triliun. Negara mana pun tidak akan kuat menyangga subsidi sebesar itu," kata Jokowi.

Lantas, apa situasi ini tak membahayakan kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)?

Apalagi, pemerintah harus menurunkan defisit APBN menjadi di bawah 3 persen maksimal tahun depan.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan meyakini pemerintah akan terus menahan harga pertalite di level Rp7.650 per liter. Hal ini semata-mata demi menjaga daya beli masyarakat.

"Ini sesuai dengan komitmen Pak Jokowi tidak ada kenaikan barang subsidi pada tahun ini," kata Mamit.

Jika harga pertalite naik, maka ada risiko politik dan sosial yang harus dihadapi pemerintahan Jokowi. Maklum, tak lama lagi Indonesia akan memasuki tahun politik.

Baca Juga: Saat Keinginan Jovan Bisa Bertemu Presiden Jokowi Terkabul

"Belum lagi ini mendekati tahun politik di mana pastinya pemerintah akan menjaga situasi tetap kondusif serta stabil di dalam negeri," terang Mamit.

Di sisi lain, ia menyadari bahwa subsidi energi ini tak murah. Apalagi, kuota pertalite harus ditambah sekitar 3,5 juta sampai 5 juta kiloliter agar cukup memenuhi kebutuhan masyarakat sampai akhir 2022.

"Ini bisa menambah kembali beban APBN. Jika tidak ditambah maka Oktober sampai akhir tahun akan ramai terjadi kelangkaan pertalite," ujar Mamit.

Oleh karena itu, ia berharap revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM bisa segera rampung. Revisi perpres itu akan memuat tentang pembatasan pembelian pertalite di SPBU Pertamina.

Harapannya, penyaluran BBM penugasan seperti pertalite bisa tepat sasaran. Bukan kelas menengah atau menengah atas yang justru ikut menikmati subsidi dari pemerintah.

Baca Juga: Momen Presiden Jalan Santai di Lokasi CFD bersama Jan Ethes
"Saya masih menunggu revisi Perpres 191/2014 terkait dengan kriteria siapa yang berhak membeli BBM JBT dan JBKP ini. Sehingga program pembatasan yang dilakukan bisa berjalan efektif dan tidak menimbulkan gejolak sosial di masyarakat. Pertamina selaku badan usaha juga akan lebih tenang menjalankannya," papar Mamit.

Pembatasan, sambung Mamit, menjadi solusi utama bagi penyaluran subsidi BBM yang sering tak tepat sasaran. Ia yakin program pembatasan pertalite bisa sukses di lapangan jika semua pihak berkomitmen mengimplementasikan sesuai aturan.

"Pembatasan menjadi salah satu solusi. Sudah cukup kita membakar APBN kita di jalan. Harusnya bisa dimanfaatkan untuk pendidikan, kesehatan, pertanian, perikanan, umkm, atau kegiatan produktif lainnya," jelas Mamit.***



Editor: Esron Oko Demetouw

Sumber: CNNIndonesia.Com


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x