Dalam Perppu No 2 tahun 2017 tersebut terdapat berbagai larangan terutama pada Pasal 59 ayat (3) yang di dalamnya menyebutkan:
- melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau golongan;
- melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia;
- melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial; dan/atau
- melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Baca Juga: Pasca Pemungutan Suara, Logistik dari 4 Distrik Telah Tiba di Kantor KPUD Kabupaten Boven Digoel
Dalam pasal selanjutnya, terutama pasal 61, disebutkan sanksi yang tegas. Mulai dari peringatan tertulis, penghentian aktivitas ormas sementara, hingga pencabutan izin badan hukum terhadap ormas yang melanggar ketentuan itu.
Apalagi, dalam konsideran Surat Keputusan Bersama (SKB) yang dikeluarkan pemerintah juga menjelaskan sejumlah kasus FPI yang melanggar peraturan, seperti dugaan keterlibatan beberapa anggotanya ke dalam tindakan terorisme dan melakukan sweeping atau razia.
Dengan sejumlah kegiatan tersebut, Ace menilai pemerintah telah memposisikan FPI sebagai pelaku tindakan kekerasan karena melakukan tugas yang seharusnya menjadi kewenangan aparat penegak hukum.*** (Elvis Romario)