KFN Indonesia untuk Papua Tanah Damai : Beberapa Observasi, Oleh : Ridwan al-Makassary

- 15 Februari 2022, 12:10 WIB
“KFN Indonesia untuk Papua Tanah Damai”. Program ini didedikasikan untuk memperkuat kegiatan Dialog Antar Agama di Tanah Papua. Tampak Sejumlah Tokoh Agama Usai Diskusi Bersama.
“KFN Indonesia untuk Papua Tanah Damai”. Program ini didedikasikan untuk memperkuat kegiatan Dialog Antar Agama di Tanah Papua. Tampak Sejumlah Tokoh Agama Usai Diskusi Bersama. /

 

PORTAL PAPUA - KFN Indonesia untuk Papua Tanah Damai : Beberapa Observasi.

Oleh :  Ridwan al-Makassary.

 

Bulan Februari 2022 ini, KAICIID Fellows Network (KFN) Indonesia, satu organisasi alumni yang telah mengikuti program dialog antar agama di Austria, telah melaksnakan satu program “KFN Indonesia untuk Papua Tanah Damai”. Program ini didedikasikan untuk memperkuat kegiatan Dialog Antar Agama di Tanah Papua, yang rawan dengan gesekan isu agama dan ancaman konflik bernuansa agama, seperti yang ditandai dengan beberapa kasus mutakhir: Insiden Tolikara 2015, Insiden perluasan masjid di Jayawjaya, kontroversi pembangunan Menara Masjid Al-Aqsha di Sentani, dan terakhir upaya menahbiskan Papua sebagai Tanah Injil. Singkatnya, program KFN Indonesia untuk merespon ancaman ketegangan antar agama dan mengarusutamakan dialog antar agama. Program ini didukung NU Papua dan FKUB Papua  dan beberapa mitra organisasi alumni.

KFN Indonesia telah melaksanakan beberapa kergiatan utama: training Dialog antar Agama untuk perdmaian bagi pemuda lintas iman, Diskusi Panel Tokoh Agama Papua tentang sejarag agama dan dinamikanya. Selain itu, ada kunjungan ke rumah Ibadah dan diakhiri dengan Workshop dan Makan Malam dengan pegiat kerukunan. Sebagai tambahan, ada juga kegiatan seri webinar dan publikasi buku. Penulis akan memulai dengan memaparkan konteks dan situasi dialog antar agama sebelum merefleksikan beberapa kegiatan di atas sebagai pembelajaran kita bersama untuk mendukung Papua Tanah Damai.

Keceriaan Pemuda Lintas Iman di Papua. KFN Indonesia telah melaksanakan beberapa kergiatan utama: training Dialog antar Agama untuk perdmaian bagi pemuda lintas iman,
Keceriaan Pemuda Lintas Iman di Papua. KFN Indonesia telah melaksanakan beberapa kergiatan utama: training Dialog antar Agama untuk perdmaian bagi pemuda lintas iman,

 

Konteks dan Situasi Dialog Antar Agama

Papua, Indonesia, telah menjadi wilayah yang bergejolak secara politik sejak 1960-an dengan sebagian nasionalis Papua yang ingin memisahkan diri dari Indonesia. Mereka beralasan referendum (baca: Penentuan Pendapat rakyat) tahun 1969 adalah cacat, tidak dapat dipertanggungjawabkan, dan penuh intimidasi. Namun, sejak era reformasi 1998, Papua, yang dianggap sebagai wilayah terutama Kristen, telah menyaksikan Islamisasi ruang publik, dengan meningkatnya jumlah bank syariah, sekolah Islam tradisional, universitas Islam dan masjid. Misalnya, Jayapura, sekarang menjadi rumah bagi banyak lembaga Islam dan hadirnyabeberapa kelompok Islam transnasional, seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Salafi-Wahhabi,dan jaringan ISIS (IPAC, 2017; Al-Makassary, 2019).

Baca Juga: Bedah Pernyataan Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe : Orang Papua Tidak Happy “Bahagia”, Kenapa ?

Kehadiran kelompok transnasional Islam, yang menyebarkan Islam radikal, termasuk mempromosikan negara Islam atau kekhalifahan Islam telah mencemaskan kaum Kristen. Kehadiran kelompok-kelompok Islam transnasional telah memicu ketegangan tidak hanya dengan komunitas Kristen pribumi, tetapi juga di dalam komunitas Muslim. Ketegangan sangat jelas di akar rumput, di mana pengkhotbah agama berkontribusi pada munculnya pidato kebencian, prasangka, kecurigaan, ketidakpercayaan dan kesalahpahaman antara Muslim dan Kristen, sering tumpah ke dalam kekerasan.

Oleh karena itu, Papua menghadapi sentimen religiusitas yang berkembang hingga batas tertentu mengarah kepada eksklusifitas agama, yang dapat berubah menjadi ekstremisme agama yang mengganggu kohesi sosial yang berlaku. Pada tingkat sosial, beberapa orang dari berbagai agama masih belum siap untuk menerima dan berinteraksi dengan perbedaan agama dan kepercayaan karena ajaran agama yang radikal yang dianut. Hal ini dibuktikan dengan intensifikasi tindakan intoleransi seperti penutupan tempat ibadah, serangan terhadap kelompok agama tertentu, penyesatan, dan penyebaran kebencian atas nama agama.

Misalnya, Islamisasi oleh kelompok-kelompok Islam transnasional menyebabkan pengikut Gereja Injili diIndonesia (Gereja Injili Di Indonesia,GIDI) pada Juli 2015 untuk menyerang umat Islam saat mereka sedang salat idul fitri dan membakar sebuah masjid dalam sebuah episode yang kemudian dikenal sebagai Insiden Tolikara (IPAC, 2017). Ketegangan lain melibatkan Muslim dan Kristen terkait Pelarangan pembangunan masjid di Wamena (2016) dan Pembangunan Menara Masjid Al-Aqsa di kabupaten Jayapura (2018).

Meningkatnya radikalisasi agama di Papua disebabkan oleh kurangnya pemahaman dan pengetahuan tentang agama-agama lain di kalangan komunitas agama, terutama antara Muslim dan Kristen. Misalnya, para pemimpin agama akar rumput mempromosikan kebencian dan kecurigaan kepada jemaat mereka. Beberapa ketegangan adalah pengaruh tidak adanya pertemuan para pemimpin agama akar rumput dan pemimpin agama muda secara lokal. Jika kurangnya pertemuan antar tokoh lintas agama terus terjadi, maka ancaman konflik agama akan memperburuk dan mempersulit proses pembangunan perdamaian di Papua.

KFN Indonesia untuk Papua Tanah Damai.  Program ini didedikasikan untuk memperkuat kegiatan Dialog Antar Agama di Tanah Papua,
KFN Indonesia untuk Papua Tanah Damai. Program ini didedikasikan untuk memperkuat kegiatan Dialog Antar Agama di Tanah Papua,

Dalam rangka memberikan pertemuan(ruang perjumpaan)di antara para pemimpin agama akar rumput dan muda, inisiatif ini memberi mereka panduan bagaimana meminimalkan kurangnya pemahaman agama lain melalui pelatihan pemimpin antaragama. Dalam pelatihan offline akan ada subjek pengayaan kearifan lokal yang dapat digunakan untuk membuat umat beragama di Papua hidup harmonis, seperti "tungku tiga batu" (satutungku tiga batu) yang masih berlaku diFakfak (Suparto, 2016).

Baca Juga: Peduli Sejarah Agama - Agama dan Dinamikanya, Pimpinan Agama di Papua Gelar Diskusi Panel

Sampai saat ini, hemat penulis tidak banyak kegiatan yang berfokus pada penyebaran ide-ide tentang Dialog Antar Agama (Interreligious Dialogue, IRD), termasuk counter hate speech, hoax dan perlindungan rumah ibadah. Kegiatan-kegiatan serupa  dulu dilakukan oleh Dia Interfidei bersama Forum Komunikasi Para Pimpinan Agama-Agama (FKPPA). Kita bersyukur bahwa Kemenag telah menginikasi kegiatan moderasi agama, namun memfokuskan pada pemberian pemahaman yang memadai secara teoritik tentang dialog antar agama masih perlu digiatkan.

Beberapa Observasi

Setelah melaksanakan rangkaian kegiatan ada beberapa observasi penulis:

Pertama, ada antusiasme dari peserta training yang berasal dari pemuda komunitas iman untuk melakukan perjumpaan dan komunikasi. Mereka antusias mengikuti training yang tidak saja memberikan pemahaman teoritis dan praktik mengenai dialog antar agama, dan juga konflik dan perdamaian. Para peserta bersemangat melakukan analisis konflik dan sesi-sesi lain yang mengambil format experiential learning. Paska training, peserta berharap agar forum ini diinstitusionalisasi dan akhirnya dibentuk FORMULA (Forum Komunikasi Pemuda Lintas Iman), yang dikukuhkan pada saat kunjungan rumah ibadah di Pura Agung Surya Buwhana.

Baca Juga: Tuhan Telah Mengasihi Kita, Demikian Pula Kita Harus Saling Mengasihi

Kedua,  Dialog antar Agama masih merupakan kebutuhan yang perlu dikembangkan terus. Hal ini terungkap dalam diskusi panel, kunjungan rumah ibadah dan workshopdan makan malam dengan pegiat perdamaian. Saat ini mispersepsi masih terbangun antara komunitas agama, teramsuk pimpinan agama akar rumput, di mana tidak terjalin komunikasi yang intens sehingga kecuriagaan dan mispersepsi atas komunitas agama lain dan ajaran serta praktinya masih terjadi.

Damainya Papua Antar Kerukunan Umat Beragama. Tampak Dalam Sebuah Kegiatan.
Damainya Papua Antar Kerukunan Umat Beragama. Tampak Dalam Sebuah Kegiatan.

Ketiga, semua pihak di Papua mengumandangkan pentingnya Papua Tanah Damai sebagai ultimate goal (tujuan akhir), tetapi mengisinya masih perlu rumusan dan kajian-kajian yang simulatan. Ide Papua Tanah Damai sudah lahir sejak awal reformasi 1998. Bahkan, Pendeta Hermann Saud menuturkan dalam seri webinar perdana KFN Indonesia, bahwa ide Papua Tanah Damai sudah ada sejak 1960-an ketika kecamuk perang antara Belanda dan Indonesia telah menjatuhkan korban sipil. Hal tersebut terjadi secara sempurna pada masa Orde Baru yang melahirkan memoria passionis. Deklarasi 5 Feruari 2002 adalah momentum untuk menghentikan segala kekerasan yang terjadi agar ada kedamaian. Namun, hingga 2022 kekerasan, konflik berdarah, marjinalisasi, kekerasan structural, dst, masih acap terjadi. Kegiatan KFN Indonesia ini adalah sahutan untuk mengingatkan kembali bahwa persoalan Papua Tanah Damai adalah bisnis yang belum selesai.

 

Penulis: Koordinator Program KFN Indonesia untuk Papua Tanah Damai dan peneliti Center for Muslim States and Societies (CMSS) University of Western Australia. ***

    

 

Editor: Eveerth Joumilena


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x