Maria Louisa Rumateray, Itulah Sosok Dokter Terbang Yang Melayani Kesehatan di Pedalaman Papua

14 April 2022, 14:16 WIB
Maria Louisa Rumateray, Itulah Sosok Dokter Terbang Yang Melayani Kesehatan di Pedalaman Papua. Richard (PP) /

PORTAL PAPUA - Suatu kembangaan dan suka-cita, dapat berinterkasi dengan seorang dokter, yang memiliki nama lengkap, Dokter Maria Louisa Rumateray.

Interaksi pertama kali dengan dokter tersebut, melalui via selluler (whatsapp), namun hal itu telah menunjukan, bahwa Dokter Maria Louisa Rumateray, sosok dokter yang baik hati, ia bisa menerima komunikasi, kendati terhadap orang yang ia belum kenal sebelumnya.  

Terkait sosok dokter ini, sebelumnya saya tidak mengetahui, bahkan tak mengenal, saya pun baru tau, ketika pihak Redaksi, menugasi saya untuk menulis tentang sosok dokter tersebut.

Baca Juga: Bupati Jayapura Apresiasi Kampung Demoikisi Dengan Tatanan Adatnya Yang Masih Kuat  

Usai menerima tugas tersebut, saya pun lansung segera berkordinasi, dan setelah mendapat nomor dokter tersebut, dari teman sesama dokter di Dinas Kesehatan Provinsi Papua, yakni Dokter Aaron Rumainum, saya lansung mengontak sang dokter tersebut.   

Melalui via whatsapp, saya lansung menghubungi Dokter Maria Louisa Rumateray;

“Ijin kaka dokter, syalom, dengan adik Richard Mayor, Jurnalis Papua. Dan tak berselang lama, kaka Dokter Maria Louisa Rumateray pun membalas, bagaimana, apa yang perlu dibantu?, siap kaka, ijin wawancara, balas kaka dokter, Apa yang mau ditanyakan?, ijin kaka, aktifitas kaka hingga saat ini, melayani kesehatan di pedalaman papua, balas kaka dokter singkat, silahkan,” itulah chat saya bersama kaka Dokter Maria Louisa Rumateray, Selasa 12 April 2022, via whatsapp.       

Siap, adik mulai dengan 3 pertayaan saja kaka dokter;  

  • Sejak kapan Kaka Dokter mulai beraktivitas melayani kesehatan di pedalaman Papua?

Setelah kaka lulus kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) Jakarta, kaka langsung kembali ke Wamena, Papua, untuk melayani masyarakat di pedalaman Papua, mulai dari Kaimana (suku Mairasi), Yahukimo (suku Korowai), dan Wondama (Kampung Karabura), hingga saat ini.

Baca Juga: Mengenal Dua Makanan Local Suku Genyem, Ubi Gula dan Syapu

Untuk menjangkau pelayanan kesehatan di pedalaman Papua, kaka banyak melayani bersama Helivida, helikopter milik Yayasan Helivida yang sudah belasan tahun melayani masyarakat Papua. Kami sevisi dalam pelayanan kemanusiaan.

Yayasan Helivida berbasis di Wamena dan beroperasi sejak 1998 saat terjadinya bencana kelaparan dan kekeringan di Yahukimo. Saat itu, pemerintah meminta mereka membantu distribusi makanan dan obat- oabatan.

Vida artinya “kehidupan” sehingga Helivida bermakna ”helikopter pemberi kehidupan”. Visi Helivida adalah membawa bantuan sosial, medis, dan spiritual kepada orang-orang di daerah terpencil.

Helivida membantu mereka yang membutuhkan tanpa melihat agama. Helivida tentunya tidak terbang setiap hari, kecuali benar-benar ada kasus emergency.

Baca Juga: Alfonsina Yuliana Ondi Atlet Difabel Peraih Emas PEPARNAS XVI Papua, Jadi Berkat Bagi Keluarga  

Kampung Karabura terletak di perbatasan, jika lihat pada peta Papua yang berbentuk burung Cenderawsih, berada “leher burung”. Jadi kita ini sebetulnya sudah melayani antar kabupaten, bahkan antar provinsi. Pelayanan kemanusiaan tidak kenal sekat-sekat administrasi.

 

 

Maria Louisa Rumateray, Itulah Sosok Dokter Terbang Yang Melayani Kesehatan di Pedalaman Papua. Richard (PP)

  • Dalam pelayanan kesehatan di pedalaman Papua, apakah ada pelayanan khusus, semisal ibu, bayi, dan anak saja, atau semua kalangan yang mengalami penderitaan sakit, turut mendapatkan pelayanan kesehatan oleh kaka Dokter?

Dalam pelayanan kaka selama ini, tidak ada pelayanan khusus, semua orang yang mengalami ganguan kesehatan, kaka layani, tanpa melihat usia, jenis kelamin, latarbelakang orang, agama, dan status mereka.     

Selama kaka melakukan pelayanan kesehatan di daerah pedalaman, di wilayah pengunungan Papua, kebanyakan yang kaka jumpai itu orang dengan ganguan kesehatan, seperti ISPA, dan filariasis atau kaki gajah, ada juga malaria.

Baca Juga: Sinode GKI di Tanah Papua Kukuhkan Tugu Pekabaran Injil di Jemaat GKI Eben Haezer Demoikisi

  • Selama dalam pelayanan, apa tantangan yang masih diingat, ataukah ada suatu kisah yang paling berkesan, yang dikenangkan oleh kaka dokter, sampai hari ini?

Kalau untuk tantangan, ya tentunya secara topografi dan geografis di Papua yang terbilang unik,  sulit, ekstrim, dan menyeramkan, namun menyenangkan, walaupun pelayanan kita sampai ke pelosok-pelosok pedalaman di Papua, dengan mengunakan helikopter untuk menjangkau orang-orang atau masyarakat  yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Dan hal itu kaka lakukan untuk melayani mereka, kendati pun jauh.      

Tatangan lain itu, dimana orang-orang atau masyarakat yang kaka jumpai, mereka itu takut minum obat.  

“Jadi sebelum kaka berikan obat ke pasien, kaka tanya dulu ke kepala suku apa pantangannya?, dan jika terjadi apa-apa setelah minum obat apakah kaka (kami) kena denda?, dan seumpamanya terjadi efek samping, apa tanggung-jawab saya (kaka) sebagai seorang dokter, berupa tuntutan begitu?,” ujar Dokter Maria Louisa Rumateray, menceritakan.  

Baca Juga: Hengkangnya Kevin Rumakiek dari Persipura, Mengisahkan Tentang Adik dan Kaka Dalam Satu Tim

Karena masih takut, kaka (kami) hanya mengoleskan alkohol dan salep. Kalau hanya oles-oles saja mereka mau.

“Jadi begini, kalau datang ke daerah baru, apalagi seperti di Papua, setidaknya harus memahami dulu topografinya, geografisnya, kulturnya, dan karekternya, dari setiap suku-suku atau masyarakat di Papua. Dan juga harus paham antropologi kesehatan,” sebut Dokter Mia, sapaan akrabnya.  

Tidak bisa langsung datang dan paksa keinginan kita tiba-tiba mengajak dengan nada, ayo ibu-ibu, bapak-bapak, kira-kira besok jam berapa bisa kumpul untuk pengobatan. Tidak ada konsep begitu, dipake di Papua. Kita yang harus menyesuaikan dengan jam-jam dari aktifitas dalam runtinitas mereka hari lepas hari. Disitu baru kita bisa mengajak mereka, untuk pengobatan.  

Baca Juga: Ramai Rumakiek Masih di Persipura Jayapura, Sang Kakak Yang Habis Kontrak!

Kalau kisah yang paling dikenang sampai saat ini, itu disaat orang tua kaka (bapak) meninggal, dimana para majelis dari gereja dihari duka itu, datang untuk melasungkan ibadah pemakaman mendiang sang ayah.

Kami sedang berdoa khusus keluarga inti untuk persiapan jenazah, tiba-tiba telepon saya berdering. Di ujung telepon, pilot bicara. “Dokter Mia, kita harus berangkat pelayanan ke Agisiga.” Daerah Agisiga terletak di perbatasan dari tiga kabupaten besar di Papua, yaitu Kabupaten Paniai, Timika, dan Jayawijaya.

Selanjutnya, mama meminta saya (kaka) pergi. Karena pilot sudah telepon, itu panggilan emergency.   

“Kamu harus pergi segera. Itu panggilan emergency. Pilot sudah telepon berarti beberapa menit lagi harus berangkat,” ucap kaka Dokter itu, mengulang ucapan mamanya.     

Akhirnya kaka pergi dengan pesan, kalau kaka tidak kembali tepat waktu, majelis dan jemaat, bersama keluarga silahkan lanjutkan ibadah pemakaman bapak.   

Baca Juga: Masyarakat Kampung Demoikisi Siap Merayakan 1 Abad Injil Masuk di Kampung Mereka

Penerbangan ke Agisiga memakan waktu dua jam lebih. Dan saat itu, cuaca di Wamena luar biasa cerah. Pemandangan alamnya sangat luar biasa. Namun kaka biasa-biasa saja. Bahkan pilot sampai bingung lihat kaka yang dalam terdiam, melamun, dan wajah tak ceria.  

Tanya pilot, “Hari ini kamu terlihat seperti seperti bersedih, tidak ceria, walaupun alamnya hari ini baik dan indah,” ucap pilot, sembari bertanya.      

Dalam hati kaka, si pilot ini tidak tau tentang apa-apa yang saat itu kaka alami, dan hanya diberitahu harus terbang. Sambil tertunduk lesu, kaka mengambil kamera dan foto-foto begitu saja, dengan hati tidak gembira seperti biasanya.

Saat sampai di Agisiga, nampak terlihat masyarakat sudah menunggu.  

Baca Juga: Wauw!! Indahnya Kampung Demoikisi Dimalam Hari, Bagaikan Hongkong ke-Tiga

“Kaka diminta harus turun karena pasiennya ada di dalam gereja. Mereka tidak bisa menandu pasien ke atas. Dan kira-kira 30 menitan kaka dibawah melayani pasien,” ujar Dokter Mia lagi.

Pasiennya adalah seorang ibu yang sedang melahirkan bayi kembar. Satu meninggal, satu masih dalam perut. Plasentanya menghalangi jalan keluar anak.  

“Disaat itu kaka tidak bisa mengambil tindakan apa-apa, sebab jika bertindak, dampaknya adalah pendarahan, sementara pasien harus dievakuasi ke Wamena, guna operasi sesar, sehingga tidak diberikan tindakan apa-apa, mengingat pendarahan yang dapat berdampak pada pasien (ibu) meninggal dalam dua jam perjalanan, dari Agisiga ke Wamena,” tutur kaka dokter.   

Maria Louisa Rumateray, Itulah Sosok Dokter Terbang Yang Melayani Kesehatan di Pedalaman Papua. Richard (PP)

Kaka langsung putuskan pasien harus kita bawa ke Wamena. Namun keluargamya meminta agar pasien dibawa ke Timika karena disana banyak keluarga mereka yang dapat menolong. Kalau dibawa ke Wamena, mereka khawatir tidak ada keluarga yang bisa mendampingi.  

Kaka yakinkan mereka bahwa di Wamena ada keluarga. Akhirnya mereka mau, selanjutnya pasien diterbang ke Wamena.   

Setibanya di Bandara Wamena,  pilot melihat halaman rumah kaka di kompleks kesehatan dipenuhi tenda-tenda biru. Sang pilot yang masih belum tahu soal meninggalnya bapak pun bertanya, “hari ini ada acara besar di rumah ya? Kelihatannya ada pesta?.  

Baca Juga: Menuju Penyelengaraan KONAS GMKI 2022 di Papua, Panitia Gelar Rapat Perdana

Setelah mengantar pasien ke UGD, barulah kaka sampaikan ke pilot, bahwa itu bukan pesta, tapi ada duka bapak meninggal dan sebentar lagi akan dimakamkan.  

Mendengar hal itu, pilot berkebangsaan Amerika Serikat itu pun  menaruh tangan kanan di dadanya dan sedikit membungkuk sambil menyampaikan turut berdukacita atas meninggalnya bapak. “Misi kemanusiaan telah kita lakukan dengan baik hari ini, mari kita antar bapak mu ke tempat peristirahatan terakhirnya,” ujar pilot.  

Setibanya kaka dirumah duka, lansung masuk, semua majelis dan jemaat terkejut dan terheran-heran. Bapak meninggal dan mau dimakamkan, tadi terbang, dan sudah kembali?

Melihat kehadiran kaka kembali ke rumah duka, Pendeta yang saat itu melayani ibadah duka langsung berbicara, bahwa misi kemanusiaan harus tetap dilaksanakan. Kita yang hidup akan menguburkan orang mati, tapi juga harus tetap melayani yang hidup.  

Baca Juga: Kapolda Sambut Baik Penyelenggaraan KONAS GMKI 2022 di Papua

Sekedar diketahui, dari hasil pelayanan kesehatan yang ia (Dokter Maria Louisa Rumateray) lakukan selama ini, ia sempat diundang ke acara Kick Andy 2020.

Kemudian 2021 mendapat penghargaan dari presiden satya lencana kebaktian sosial dedikasi atas kerja kemanusiaan di pengunungan tengah Papua.

Selanjutnya, pada bulan lalu diundang Kick Andy lagi buat menerima penghargaan Kick Andy heroes 2022. ***

Editor: Richard Mayor

Terkini

Terpopuler