Banyak Pendukung Jadi Komisaris BUMN, Pengamat Menilai Jokowi Seperti 'Soeharto Kecil'

- 12 November 2020, 17:36 WIB
/MASSA yang tergabung dalam Poros Revolusi Mahasiswa Bandung (PRMB) melakukan aksi unjukrasa di depan Gedung Merdeka, jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Selasa 20 Oktober 2020. Dalam aksinya mereka menyuarakan penolakan Omnibus Law Cipta Kerja dan mengkritisi satu tahun pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. /Pikiran-rakyat.com/ARMIN ABDUL JABBAR/

Seorang anggota Ombudsman negara, pengawas pemerintah, Alamsyah Saragih mengatakan jika ini adalah bentuk dari kronisme.

"Ini adalah bentuk kronisme, yang oleh pemerintah dianggap legal, tetapi sebenarnya menunjukkan kemunduran kenegarawanan di Indonesia," ujarnya.

Alamsyah Saragih mengatakan tak ada oposisi di Indonesia, dan saat ini Presiden Jokowi  sedang tak berdaya.

"Presiden Jokowi kini tak berdaya karena mendapat banyak 'tagihan' dari para pendukungnya. Akibatnya mereka diberi kursi di dewan komisaris perusahaan milik negara," katanya.

Hal itu disampaikannya merujuk argumen bahwa Jokowi telah memenangkan faksi oposisi di parlemen untuk memastikan koalisi yang stabil yang dapat mengesahkan undang-undang dengan mudah.

Dalam setahun terakhir, para aktivis sipil dan publik di negara demokrasi terbesar ketiga di dunia ini semakin frustrasi karena fokus Jokowi dalam menyeimbangkan kepentingan politik telah menahannya ketika harus melakukan reformasi yang berani.

Mereka menunjuk Presiden ketika Jokowi memilih untuk tidak memveto mosi parlemen tahun lalu yang mengakibatkan melemahnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) negara, yang telah menyelidiki politisi dan menteri pemerintah dalam upaya untuk merusak sistemik korupsi.

Disisi lain berpendapat bahwa Jokowi terikat pada partai politik yang dijalankan oleh mantan presiden Megawati Soekarnoputri, yang telah mendukungnya sejak pencalonan presiden pertamanya pada tahun 2014.

Sehingga Jokowi telah kehilangan atau tak memenuhi harapan ia akan menjadi 'manusia merakyat'.

yang merupakan ciri khas pemerintahan pemimpin otoriter Suharto hingga kejatuhannya pada tahun 1998.

Halaman:

Editor: Paul

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah