“Karena sering kumpul-kumpul dan berdiskusi, kami berpikir lagi untuk apa main arisan. Bagaimana kalau kita buat kelompok kerja, dengan mamanfaatkan halaman disekitar rumah kita, atau dikebun kita,” ujarnya.
Baca Juga: Sinode GKI di Tanah Papua Kukuhkan Tugu Pekabaran Injil di Jemaat GKI Eben Haezer Demoikisi
Saat itu mereka mulai aktif menanam tumbuhan seadanya, mulai dari halaman rumah, kebun setiap harinya, dengan memanfaatkan waktu kerja selama dua jam saja, mulai kerja dari jam 6 pagi, dan pulang jam 8 pagi.
Setelah berjalan, karena jumlah anggota mereka kian bertambah, mereka pun beriniasiatif membentuk kelompok yang legal, agar jika ada pihak maupun pemerintah yang mau mendukung dan membantu mereka dengan bibit, atau pun bantuan lainnya bisa dipertanggungjawabkan.
“Saat itu mama lansung bentuk kelompok tani dengan AD-ARTnya, dan lansung kami daftar ke Kesbangpol Kabupaten Jayapura, dengan uang pendaftaran 5 juta, dari swadaya mama dengan anggota,” sebut Mama lagi.
Setelah terbentuk kelompok tani dan legal, saat itu mereka mulai ditawari oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Jayapura untuk membuat proposal guna mendapat bantuan.
“Waktu mama masukan proposal, mama mendapat bantuan 30 Juta,” sebutnya.
Dari uang senilai 30 juta itu kami mulai melakukan pengembangan dengan menanam jagung, kacang tanah, tomat, hingga padi, diluas lahan 1 hektar.
Baca Juga: Hengkangnya Kevin Rumakiek dari Persipura, Mengisahkan Tentang Adik dan Kaka Dalam Satu Tim