167 Tahun Injil Masuk Tanah Papua Sejak 1855 - 2022, Inilah Riwayat Hidup Misionaris Ottow dan Geissler

- 5 Februari 2022, 17:48 WIB
/

Penguasa (Residen Ternate dan gubernur Maluku) ternyata menetujui pula daerah tersebut sebagai tempat tinggal kedua pekabar tersebut itu, bahkan Pdt Hoveker menyebutkan adanya harapan bahwa pemerintah tidak lama lagi akan mendirikan pos disana, sehingga demikian kebratan yang berhubungan keslamatan dan sepenuhnya ditiadakan.

Kesedian dan kerja sama Residen dan Gubernur sangat di butuhkan oleh kedua pekabar injil tersebut, karena dengan begitu mereka bisa mendapat surat izin dari sultan Ternate untuk maksud perjalanan ke Papua. Karena Sultan Ternate (Islam), sehingga Residen menilai bahwa ia tentu tidak suka kepada dua orang pekabar injil ini ke Papua, maka tidak memberikan izin kepada mereka. Agar tidak di ketahui indetitas mereka maka ia mengemukakan seolah-olah kedua orang muda tersebut yaitu Ottow dan Geissler di sebutlah peneliti kedaerh Papua.

Walaupun ada unsur rekayasa namun hal itu pun kemudian diketahui juga sultan, tetapi sultan tidak bereaksi apa-apa malah berkaitan ia agaknya sambil tersenyum :Ah mereka ini akan pengijil dan dilam surat ijin yang diberikan kepada mereka tampa kebratan apa-apa dia menulis “Pendeta atau penginjil”. Sultan juga menulis surat kepada Korano (Kepala Kampung) dimansinam agar setibanya kedua pekabar injil itu mereka dapat dilindungi bahkan bila kekurangan makanan mereka dapat dibantu.

Kita mendapat kesan bahwa orang-orang kristen di Ternate membayangkan kehidupan Papua sebagai pertualangan yang romatis. Seorang guru bahkan memberi izin kepada anak lelakinya Frits (12 tahun) untuk bersama Otto dan Geissler lebih meyakinkan jaminan keselamatan dan penyertaan Allah, sehingga dalam catatan harianya Ottow menulis: Hanya seprti diduga orang tidak ada disana, seandainya penduduk diperlakukan dengan baik, mereka akan berbuat baik pula bagi kami. Ia mengguangkapkan bahwa Allah adalah pokok kekuatan yang telah menaklukan Goliad di depan Daud kini masih hidup. Dialah yang akan mengangkat bagi kamu batu rintangan terberat dan membimbing kepada yang baik.

Pada tanggal 12 Januari 1855, perjalanan menuju Papua di mulai. Kedua Perintis yakni Ottow dan Geissler dengan sekunar Ternate menuju masa depan mereka dengan diperlengkapi barang-barang bawahan secukupnya. Perjalanan Ternate Ke Papua di tempuh kurang lebih tiga minggu, yaitu 25 hari kemudian Ottow dan Geissler memasuki teluk Doreh. Tepat tanggal 5 Februari 1855 hari minggu pagi yang cerah, jam 06.00 kapal Ternate membuang sauhnya didepan kampung mansinam pelabuhan Doreh. Untuk mengungkapkan rasa suka cita itu, Geissler menuliskan kepada Bapak Gossner “Andah tak dapat membayangkan, betapa besarnya rasa sukacita kami bahwa pada akhirnya tanah tujuan terlihat. Matahari terbit dengan indahnya, Ya semoga matahari yang sebenarnya meninari kami dan orang-orang kafir yang malang itu, yang telah sekian lamanya merana didalam kegelapan. Semoga sang Gembala setia mengumpulkan mereka dibawah tongkat Gembala-Nya yang lembut”

Dengan sekoci pertama menuju daratan ditumpangi Ottow dan Geissler ke pantai Mansinam. Sebagai pekabar injil yang sunggu-sunggu telah menyerahkan diri untuk bekerja bagi orang kafir, maka hal pertama yang mereka dua lakukan adalah mengucapakan pertanyaan “ Dengan nama Tuahan kami mengijakan kaki di Tanah ini” Dengan kata kata itu kedua mengijakan kakinya diatas bumi Papua. Di dalam rimbunan semak belukar mereka dua segera berlutut dan berdoa kepada Tuhan. Isi doa secara lengkap kita tidak ketahui, namun menurut F.C. Kamma, mereka berdoa kepada Tuhan untuk mendapat kekuatan, Tenaga, Terang dan bijaksana, agar semua dapat dimulai dengan sungguh-sungguh baik, dan agar Tuhan sudi menaruh belas kasihan kepada orang-orang kafir yang malang itu. Untuk sementara mereka dua menempati bangunan bekas”gudang arang milik Deyghton” nakoda kapal rembang yang sangat dihormati dan di segani oleh penduduk di daerah pesisir pantai teluk Doreh dan sekitarnya.

Dengan pertanyaan serta doa yang diucapakan tersebut maka, pekabar injil di Papua dimulai, dan sejak itu Ottow dan Geissler membuka Mansinam sebagai pos pekabar injil pertama. Setelah dua tahun kemudia (1857) Ottow membuka pos pekabar injil kedua di Kwawi daratan manokwari, sedangkan Geissler meneruskan pekerjaan dimansinam. Kontak pertama dengan masyarakat sama sekali belum nampak, karena kedua pekabar injil itu selain mengalami kesulitan dalam berkomunikasih, tetapi juga belum membuka diri mengadakan hubungan dengan penduduk.

Pada hal satu pendekatan utama untuk memahami latar belakang budaya, adat istiadat, kebiasan dan lain-lain. Maka harus mendatangi orang itu lalu membiarkan diri ditanyai, anda darimana dan mau kemana. Pertanyaan-pertanyaan seperti ini memberikan gambaran tentang struktur hidup dan pola berfikir orang papua didalam “agama suku”. Didalam kepercayaan agama suku, orang Papua menganggap bahwa orang putuh adalah orang mati yang bangkit kembali.

Apalagi ketika Otto dan Geissler turun dengan barang-barang bawaan yang banyak, walaupun kita ketahui bahwa para pekabar injil itu miskin dan semua yang dibawa itu diperoleh dari uang hasil pemberian atau sokongan, tetapi dimata orang Papua mereka adalah orang-orang terkaya yang pernah hidup di Mansinam. Mereka ini adalah orang yang datang dari tempat kematian (perut bumi) membawa banyak barang.

“Periode pekabaran Injil di tanah Papua”

Halaman:

Editor: Eveerth Joumilena

Sumber: apostolosajami.blogspot.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x