Dina Tukayo, anak stunting dari Kampung Yoka yang tak menerima Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dari Puskesmas

9 Desember 2022, 12:50 WIB
Penulis : Fransisca Kusuma Fitryana Ayu Vhino Lokasi Peliputan : Kampung Yoka /

Penulis :

Fransisca Kusuma

Fitryana Ayu Vhino

Lokasi Peliputan :

Kampung Yoka


PORTAL PAPUA
– Siang itu, dirumah Ketua RT 01, Kampung Yoka, Kecamatan Heram, Kota Jayapura, ada anak bayi dibawah lima tahun (balita) bernama Dina Debora Tukayo sedang bermain aktif bersama adik lelakinya yang berusia tak jauh berbeda dengannya.

Rumah dengan teras cukup besar beralaskan semen cor yang halus, cukup sederhana dan asri. Dirumah tersebut terdapat 3 kepala keluarga dengan jumlah anak-anak sekitar 2 hingga 3 orang dari masing-masing kepala keluarga. Difasilitasi dengan air sumur, keluarga tersebut bertahan hidup dirumah hijau tersebut.

Dina, sapaan anak balita perempuan aktif tadi itu. Anak dari ibu Merlina Ugadje yang berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga dan bapak Roni Tukayo yang berprofesi sebagai Tukang Ojek. Meski aktif bermain seperti anak-anak pada umumnya, tetapi Dina ternyata termasuk dalam golongan anak stunting.

Ya, Dina dikategorikan sebagai anak stunting saat Merlina sang ibu, membawanya ke Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang rutin setiap bulan sekali. Merlina dengan wajah sendu menceritakan bahwa anak perempuannya itu yang kini berusia 3 tahun 5 bulan dikategorikan sebagai anak stunting sejak bulan Agustus 2022 lalu. Stunting sendiri merupakan gangguan perkembangan pada anak yang disebabkan gizi buruk, terserang infeksi berulang, maupun stimulasi psikososial yang tidak memadai.

Sambil menarik nafas panjang, wanita berusia 30 tahun itu melanjutkan ceritanya. Ia mengenang saat melahirkan Dina pada bulan Mei 2019 silam. Dina merupakan bayi yang cantik dengan berat badan mencapai 3,5 kg saat itu. Kondisi Dina sehat dan ibunya mengaku selalu memberikan asi hingga usianya mencapai 1 tahun 3 bulan.

“Sejak berhenti ASI, Dina diberikan air putih dan teh manis, karena Dina kurang menyukai susu formula, setiap diberikan susu formula pasti muntah,” tutur wanita asal Sorong ini.

Ia katakan, susu yang bisa dikonsumsi Dina hanya susu kemasan langsung minum seperti Milo maupun Ultra. Kendati demikian, nutrisi yang didapatkan Dina untuk sehari-hari didapatkan lewat makanan yang ia konsumsi.

Merlina sebutkan, Dina sehari-hari mempunyai nafsu makan yang cukup tinggi. “Porsi makan normal, bahkan sering tambah. Untuk sayuran memang kurang, tetapi nasi dan lauk seperti ikan, telur, bahkan papeda juga Dina suka,” ujarnya.

Anak 3 tahun 5 bulan tersebut juga sudah mulai diajarkan mengenal angka dan huruf oleh kedua orang tuanya.

Seketika suasana menjadi hening. Lalu Merlina melanjutkan ceritanya. Sejak diberitahukan bahwa Dina dikatakan stunting, selama 1 bulan Dina diberikan makan siang oleh ibu-ibu petugas dari Pemerintah Kampung Yoka. Makanan yang diberikan pun adalah makanan gizi seimbang dimana ada nasi, lauk utama, lauk pendamping, sayur mayur serta buah-buahan.

“Itu hanya berlaku 1 bulan dan setiap siang saja kami menerimanya,” imbuhnya.

Dibulan berikutnya sampai sekarang program tersebut dihentikan. Sedangkan Merlina mengingat-ingat, sejak bulan Agustus lalu, dari Posyandu setempat hanya memberikan edukasi tanpa adanya Pemberian Makanan Tambahan (PMT) kepada Dina.

Merlina mengakui tak pernah diberikan PMT biar 1 dus pun untuk dikonsumsi Dina. Petugas kesehatan dari Posyandu maupun Puskesmas pun tidak ada yang datang mengunjungi Dina untuk memeriksa kondisinya.

“Kami hanya rutin membawanya ke Posyandu tiap bulan, tapi kami tidak pernah didatangi dirumah,” ucapnya.

Ia sesalkan karena tidak pernah diberitahu atau diberikan PMT secara cuma-cuma untuk Dina.

Beberapa hari kemudian, kami menemui Kepala Kampung Yoka, Anthonius Mebri. Ia menjelaskan bahwa pihaknya tidak pernah memberikan makanan kepada anak stunting.

Lelaki paruh baya tersebut pun mulai menjelaskan secara rinci, bahwa pihaknya hanya melakukan sosialisasi dan pemberian makanan itu adalah bagian tugas kerjanya puskesmas.

“Kami hanya melakukan sosialisasi. Asupan gizi atau pemberian makanan itu dari Puskesmas,” jelasnya.

Anthonius ungkapkan, adanya kolaborasi antara Pemerintahan Kampung dan Puskesmas Yoka sangat baik dan membuahkan hasil yang baik. Pemerintah Kampung melakukan sosialisasi dan puskesmas Yoka memeriksa kesehatan anak-anak, apabila ada yang masuk kategori stunting maka kader-kader Posyandu akan menghampiri keluarga yang memiliki anak stunting untuk didampingi.

Pendampingan yang dimaksud adalah dengan memberikan bantuan makanan 1 hari sekali selama 1 bulan seperti yang disampaikan oleh ibu dari anak Dina Tukayo.

Desy Y Rasad, A.Md.Gz seorang ahli gizi di Puskesmas Yoka mengatakan program pemberian makanan 1 hari sekali memang hanya berjalan selama 1 bulan saja sesuai arahan dari Dinas Kesehatan Kota Jayapura. “Jadi dari Dinas Kesehatan Kota Jayapura memberikan anggaran untuk kami kelola untuk pemerian makanan kepada anak balita yang masuk kategori gizi kurang untuk 10 anak selama 30 hari,” katanya.

Makanan 4 sehat 5 sempurna terdiri dari nasi, lauk hewani, nabati, sayur dan buah. Lalu diantarkan oleh kader posyandu balita ke masing-masing rumah.

Sedangkan program untuk anak stunting yang dijalankan oleh puskesmas adalah pemberian makanan tambahan (PMT) berupa biskuit dan susu. Biskuit tersebut diberikan kepada anak balita dengan anjuran pemberian 8 keping/hari untuk bayi usia 6-11 bulan dan 12 keping/hari untuk anak usia 12-59 bulan.

Upaya pemberian PMT tersebut agar stunting makin berkurang karena stunting berpotensi memperlambat perkembangan otak, dengan dampak jangka panjang berupa keterbelakangan mental, rendahnya kemampuan belajar dan resiko serangan penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi dan obesitas.

Desy pun mulai membeberkan, saat ini total anak stunting di Puskesmas Yoka berjumlah 48 anak, mengalami penurunan dari sebelumnya 55 anak. Desy sampaikan apabila ada anak yang diperiksa masuk dalam kategori stunting, maka akan diverifikasi ulang. Setelah diverifikasi ulang, orang tua dari anak stunting tersebut akan diberikan edukasi atau konseling.

“Setelah itu kita akan berikan PMT seminggu sekali. Dan anak stunting akan dilakukan pemeriksaan setiap bulan untuk mengecek apakah sudah mengalami peningkatan dan tidak stunting lagi,” tukasnya.

Sedangkan ibu dari Dina Tukayo mengaku bahwa tak pernah menerima PMT sama sekali, Desy menanggapi dengan terkejut. Ternyata adanya kesalahpahaman antara ibu dari Dina Tukayo dan pihak Puskesmas.

Desy mengaku, pada Posyandu setiap bulannya, PMT yang dibawa tak begitu banyak, sehingga tugas kader Posyandu adalah memberikan informasi untuk mengambil di Puskesmas, tetapi hal tersebut tidak tersampaikan sehingga ada kesalahpahaman antara ibu dari Dina Tukayo dan pihak Puskesmas.

Desy berharap kedepannya tidak ada lagi kesalahpahaman dan informasi-informasi terus tersampaikan dengan baik hingga di masyarakat agar kejadian tersebut tidak terulang kembali. “Saya harap, dengan informasi-informasi yang telah disampaikan, kasus stunting di Indonesia terutama di Papua semakin menurun, adanya kesadaran dari orang tua dalam memperhatikan gizi dari anak-anaknya,” tukasnya.

 

 

Editor: Fransisca Kusuma

Tags

Terkini

Terpopuler