Kerang Pernah Jadi Alat Tukar Perdagangan Pada Masa Lalu, Begini Ceritanya

- 13 Maret 2021, 09:11 WIB
Kerang
Kerang /Pixabay.com/stux

Baca Juga: Tingkatkan Mutu SDM di Maluku Utara, Menaker Teken MoU dengan PT IWIP dan WBN

Orang Logo Mabel, yaitu salah satu konfederasi klan Dani yang menguasai sumber garam itu, pada waktu-waktu tertentu menerima barang-barang berharga, berupa kerang Cypraea moneta, tembakau, alat-alat yang terbuat dari besi, dari orang-orang yang mengambil garam secara perorangan, sedang kelompok-kelompok yang turut memanfaatkan garam itu seringkali memberikan bingkisan kepada kepala atau tokoh-tokoh adat setempat berupa babi.

Orang Dani memang banyak berdagang dengan dunia luar, mobilitas dan hubungan dagang antarkelompok atau antara orang Dani dengan orang-orang Papua lainnya, seperti misalnya dengan orang Jali dari daerah di luar Lembah Balim, atau dengan orang Asmat yang tinggal di bagian selatan Papua, maupun dengan orang Moni, Uhunduni, bahkan dengan orang Mee di daerah Danau Paniai, telah berlangsung sejak lama. Suku-suku bangsa tersebut memang mengenal orang Dani sebagai suku bangsa yang banyak memelihara babi dan menjadi pengekspor babi. Sebaliknya orang Dani mengimpor kerang Cypraea moneta, bulu burung cendrawasih, manik-manik, jaring, damar, garam, sagu dan sebagainya.

Baca Juga: Sinopsis Nazar, Sabtu 13 Maret 2021 Episode 76: Menggunakan Pot Untuk Membebaskan Vedashree

Orang-orang Mee yang tinggal di sekitar danau-danau Wissel, telah menggunakan “uang” sebagai alat penukar. Uang mereka yang berupa kulit kerang Cypraea moneta dan disebut kapaukumege, mempunyai nilai-nilai yang berbeda satu sama lain. Orang-orang Mee membedakan kapaukumege lama dengan kapaukumege baru berdasarkan kilau dan warnanya. Kapaukumege ‘lama’ dianggap lebih tinggi nilainya daripada kapaukumege ‘baru’; nilai tukar kapaukumege ‘lama’ sama dengan 10 kapaukumege ‘baru’.

Harga barang-barang dipengaruhi oleh banyaknya persediaan, penawaran dan permintaan barang yang bersangkutan.

Pedagang-pedagang Kapauku, melakukan perdagangan baik di wilayahnya sendiri, maupun keluar daerah hingga Mimika di pantai selatan. Adapun barang-barang yang diperdagangkan dari daerah pedalaman, ialah bahan-bahan cat oker, kayu kelapa, kapak dan pisau dari batu. Dari daerah pantai diimport garam.

Baca Juga: Sinopsis Kulfi di ANTV Senin, 15 Maret 2021 Dengar Cerita Bohong dari Gunjan, Mahinder Termakan Omongannya

Orang Ngalum yang mendiami lembah di bagian selatan deretan pegunungan Jayawijaya tepatnya di daerah Pegunungan Bintang, mempergunakan kulit kerang Cypraea moneta yang mereka sebut dengan siwol, yang mempunyai nilai berbeda-beda, tergantung dari warna dan ukurannya. Nilai dari suatu benda diukur dengan nilai satu siwol. Karena itu orang Ngalum harus memiliki banyak siwol, yang mereka peroleh dari pantai selatan (daerah Merauke). Dalam berdagang, orang Ngalum menempuh jarak yang cukup jauh sehingga daerah pesisir sekitar Merauke, dan ke arah timur, mereka mempunyai hubungan dagang yang baik dengan penduduk sekitar perbatasan Papua Nugini.

Perdagangan rupa-rupanya juga merupakan suatu aktivitas yang penting dalam masyarakat orang Timorini. Masyarakat Timorini yang tinggal di sekitar lembah-lembah Dika, Panara dan Donda, mempergunakan kerang Cypraea moneta sebagai alat tukar dalam perdagangan, warna dan ukuran kerang harus memenuhi syarat-syarat yang khusus. Alat penukar ini, yang dalam waktu sekitar tahun 1923 rupa-rupanya mempunyai nilai dan daya tukar yang besar pada orang Timorini, disebut tinale. Mereka menjual barang-barang dagangan mereka untuk mendapat tinale tadi. Seekor babi, misalnya, dalam masa itu berharga 10 tinale. Kecuali babi, orang dari lembah pegunungan tengah ini memperdagangkan tembakau, batu untuk kapak-kapak dan kapak-kapak batu yang sudah selesai, tetapi tanpa kayu pegangan.

Halaman:

Editor: Atakey


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x