Tingkat ASI Ekslusif Meningkat, Tapi Stunting Masih Tinggi di Beberapa Wilayah

- 16 Februari 2024, 09:18 WIB
Ilustrasi Ibu Lagi Menyusui. Dalam beberapa tahun terakhir, tren pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif terus mengalami peningkatan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan persentase pemberian ASI eksklusif nasional terus meningkat dalam 4 tahun terakhir.
Ilustrasi Ibu Lagi Menyusui. Dalam beberapa tahun terakhir, tren pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif terus mengalami peningkatan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan persentase pemberian ASI eksklusif nasional terus meningkat dalam 4 tahun terakhir. /

Suci, seorang guru paruh waktu dari desa Curug Bitung Nanggung, juga menghadapi tantangan saat harus kembali bekerja setelah cuti melahirkan 3 bulan. Minim fasilitas penyimpanan ASI perah membuatnya memberikan susu formula untuk anaknya. “Pasti semua ibu ingin yang terbaik untuk anaknya, semua ingin kaish ASI. Tapi kalau tidak memungkinkan bagaimana? Yang penting anak saya dapat tumbuh dengan sehat,” jelas Suci.

Demikian juga, Ida, seorang ibu rumah tangga dari desa Barengkok, Bogor, Jawa Barat yang tidak dapat memberikan ASI sejak lahir sebab mengalami pembengkakan payudara. Namun kendala finansial membuatnya tudak bisa memberikan susu formula untuk sang anak. Alhasil, ida mengalihkan kebutuhan anaknya ke susu yang lebih terjangkau penghasilan keluarganya, yaitu kental manis.

Serupa denga Ida, Euis dari desa Cibeber yang sehari-hari Bertani pun memilih kental manis. Ia mengaku tak bisa memenuhi kebutuhan ASI untuk sang anak, namun juga harus  mempertimbangkan jatah pengeluaran keluarga. Euis mengaku, dengan memberikan kental manis untuk sang bayi, dapat menggantikan ASI. Sangat disayangkan, kedua ibu muda ini, tidak menyadari risiko tingginya kandungan gula pada produk kental manis yang dikonsumsi oleh anaknya 2-4 kali sehari.

Terhambatnya pemberian ASI selama ini kerap dikaitkan dengan keberadaan susu formula. Jika berkaca pada kisah sejumlah ibu di atas, terdapat persoalan lain yang mengakar ketimbang mengkambing hitamkan susu formula, yaitu minimnya regulasi yang dapat melindungi perempuan. Dilansir dari laman WHO, menyebutkan lebih dari setengah miliar perempuan pekerja tidak mendapat perlidnungan maternitas. Karena itu, dalam pekan ASI 2023 yang berlangsung pada 1-7 Agustus kemarin, WHO mendesak peluang strategis untuk mengadvokasi hak-hak pekerja yang penting untuk keberhasilan menyusui, termasuk cuti melahirkan minimal selama 18 minggu, idealnya lebih dari 6 bulan, dan kebijakan pendukung setelahnya di tempat kerja.

Lalu, apakah pemberian susu formula disamping ASI untuk anak adalah sebuah kesalahan? dr. Robert Soetandio, Sp.A., M.Si.Med dari Rumah Sakit Pondok Indah-Bintaro Jaya mengatakan dalam memenuhi kebutuhan gizi anak penting bagi orang tua untuk memahami beberapa hal. “Meskipun ASI tetap menjadi asupan terbaik untuk bayi, terdapat situasi di mana pemberian susu formula menjadi alternatif yang dianjurkan, terutama jika ibu atau anak menghadapi masalah medis tertentu yang menghambat pemberian ASI," jelas Robert.

Dijelaskan Robert, setiap susu memiliki kandungan yang berbeda-beda. “Kecermatan dalam pemilihan susu formula sangat diperlukan agar dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bayi secara optimal, mendukung tumbuh kembangnya,” jelasnya.***

Halaman:

Editor: Eveerth Joumilena

Sumber: BPS


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x