Negara Didesak Segera Bentuk Pansus Kemanusiaan untuk Investigasi Penyiksaan Warga Sipil di Yahukimo

- 24 Maret 2024, 19:41 WIB
Direktur Eksekutif Papuan Observastor for Human Rights/POHR, Thomas Ch. Syufi
Direktur Eksekutif Papuan Observastor for Human Rights/POHR, Thomas Ch. Syufi /DOK. Thomas Ch Syufi

PORTAL PAPUA – Melihat video penyiksaan terhadap orang warga sipil Papua di Yahukimo, Papua Tengah yang beberdar dan menyodot perhatian publik.

Kejadian tersebut menimbulkan amarah dan kecemasan dari  para aktivis, pemerhati, dan masyarakat Papua pada umumnya pada Masa Prapaskah dan Pekan Suci umat Kristen di seluruh dunia dan Tanah Papua pada khususnya.

Hal tersebut disampaikan langsung oleh Direktur Eksekutif Papuan Observastor for Human Rights/POHR, Thomas Ch. Syufi pada Portal Papua, Minggu 24 Maret 2024.

Baca Juga: Sambut Kemenangan, Presiden Jokowi Saksikan Kemenangan 1-0 Timnas Indonesia atas Vietnam

Ia mengatakan, peristiwa ini merupakan salah satu penyiksaan yang amat keji dan brutal sepanjang sejarah 50-an tahun (1963-2024) integrasi Papua dalam NKRI. Ini sebuah tindakan yang dinilai jauh dari norma-norma kemanusiaan sebagaimana ditegaskan dalam Pancasila atau UUD, UU 39 Tahun 1999 tentang HAM yang merupakan manifetasi dari Deklarasi HAM PBB 10 Desember 1948.

“Apa pun kesalahan dan jenis kejahatan yang dilakukan, bila sudah ditangkap atau ditahan diserahkan kepada pihak kepolisian sebagai penjaga gerbang sistem peradilan pidana Indonesia yang berwenang memproses itu hingga pada pembuktian di pengadilan,”tuturnya.

Ia mengatakan, tedakwa punya hak asasi dilindungi oleh asas presumpitin of innoncence (praduga tak bersalah), hingga adanya putusan pengadilan yang inkracht atau berkekuatan hukum tetap tentang kesalahannya. Bukan melakukan penghakiman sepihak berupa penganiyaan dan siksaan keji seperti pada video yang beredar.

“Padahal lebih dari 20 tahun pemerintah Indonesia telah meratifikasi konvensi PBB tentang Anti Penyiksaan melalui UU No. 5 Tahun 1998, tapi negara sendiri yang inkonsitensi dalam mematuhi dan menjalankan itu, melalui aparat militer TNI-Polri cenderung bertindak deviasif, represif, dan brutal yang merusak dimensi kemanusiaan dan menghapus seni kehidupan. Diminta segera dibentuk Panitia Khusus (Pansus) indepeden yang melibatkan semua pihak dan lembaga yang kredibel, seperti tokoh LSM, Komnas HAM, tokoh agama, MRP, DPRP, dan akademisi untuk melakukan investigasi,” katanya.

Dikatakannya, perlu dilakukan penyelidikan yang objektif independen, imparsial, dan transparan untuk mengungkap secara terang benderang kasus ini, dan pelaku harus diganjar hukuman yang berat, seperti prinsip  hukum cupue poena par esto (jatuhkan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya).

Halaman:

Editor: Rafael Fautngiljanan


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x