Masyarakat Adat Bersama Enam Suku Besar di Nabire Tolak Gabung dengan Provinsi Papua Tengah

- 28 Juni 2022, 12:00 WIB
Kepala Suku Besar Kepulauan Moora, Donatus Sembor di dampingi beberapa kepala suku, Ketua LMA Nabire dan tokoh pemuda.
Kepala Suku Besar Kepulauan Moora, Donatus Sembor di dampingi beberapa kepala suku, Ketua LMA Nabire dan tokoh pemuda. /Muhammad Irfan / Portal Papua/


“Kami menolak, karena secara kultur tentu kami bukan bagian dari Meepago. Tetapi, sesungguhnya kami adalah bagian dari Saireri. Ini bisa dibuktikan dengan, jika saudara-saudara di Meepago pakaian tradisionalnya adalah memakai koteka, sedangkan kami memakai cawat,” jelas Sokrates dalam rilisnya yang diterima wartawan media online ini, Senin, 27 Juni 2022 malam.


Artinya, dari bagian ini saja, lanjut Ketua LMA Nabire, bisa dapat disimpulkan bahwa sebenarnya Nabire secara kultur harusnya Nabire tetap menjadi bagian dari Provinsi Papua atau provinsi induk, mengapa ? karena Nabire sesuai wilayah adat hendaknya masuk dalam wilayah adat Saireri.
Senada dengan Ketua LMA Nabire Sokrates, Kepala Suku Besar Yaua Saul Waimoi menceritakan bahwa selama ini pihaknya menjadi warga nomor dua di Kabupaten Nabire. Baik dalam hal pembangunan tetapi juga dalam hal pengembangan eksistensi masyarakat adat, pihaknya selalu di nomor duakan.

Baca Juga: Mujizat dan Keajaiban Tuhan Bisa Terjadi, Percayalah Kepada Allah Setiap Waktu
“Oleh sebab itu, kami tidak ingin bergabung dalam Provinsi Papua Tengah. Kami lebih memilih tetap ada dalam provinsi induk yakni Provinsi Papua. Supaya ada pemerataan pembangunan yang bisa kami rasakan,” pungkasnya.


Saul juga mengharapkan, dengan adanya pernyataan sikap ini maka kedepan jangan lagi Asosiasi Bupati Meepago memaksakan untuk Nabire masuk dalam Provinsi Papua Tengah. Ia juga mengharapkan, supaya Panja Komisi II DPR RI agar dapat memperhatikan pernyataan sikap yang dibuat oleh masyarakat adat Nabire.


Sementara itu ditempat yang sama, Ketua Pemuda Adat Wilayah Saireri II, Ali Kabiay menyatakan selain menolak Nabire masuk dalam Provinsi Papua Tengah, Ia juga menolak dengan keras semua wacana dan rencana sejumlah pihak yang ini menjadikan Nabire sebagai ibu kota Provinsi Papua Tengah.

Baca Juga: Mari Melangkah Bersama Teladan Tuhan dan Hidup Saling Memberkati Sesama
“Kami sangat mendukung jika ibu kota Provinsi Papua Tengah itu di Kabupaten Mimika. Sebab, di sana semua fasilitas lengkap. Apalagi belum lama ini adanya PON maka sudah ada infrastruktur yang dibangun seperti venue dan beberapa sarana penunjang lainnya, yang kesemuanya bisa digunakan untuk mendukung pengembangan Provinsi Papua Tengah,” ungkapnya.


Ali menjelaskan, jika ibu kota Provinsi Papua Tengah di tetapkan di Nabire maka semua pembangunan akan dimulai dari nol dan itu akan membutuhkan waktu yang lama. Selain itu, Nabire memiliki infrastruktur penunjang yang terbatas dan membutuhkan waktu untuk melengkapinya.

Baca Juga: Tuhan Telah Mengasihi Kita, Demikian Pula Kita Harus Saling Mengasihi
“Dari aspek fiscal juga perlu mendapat perhatian negara. Kita tahu bersama, bahwa saat ini negara sedang berupaya bangkit memperbaiki fiscal. Jika dipaksakan untuk Nabire tetap menjadi ibu kota Provinsi Papua Tengah makan sudah tentu membutuhkan biaya yang tinggi untuk membangun. Jadi alangka baiknya jika ibu kota Papua Tengah di Timika,” tandasnya.***

Halaman:

Editor: Eveerth Joumilena


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x