Tahun 2022 di Prancis, Larangan Hijab yang Diajukan ke Pengadilan Dianggap Inkonstitusional

3 Februari 2021, 10:06 WIB
Ilustrasi hijab. /Pixabay/Diamantino Santos

PORTAL PAPUA - Larangan hijab akan diajukan ke pengadilan dan hampir pasti dianggap inkonstitusional. Pasalnya, usulan larangan penggunaan hijab akan diberlakukan jelang pemilihan Presiden Prancis 2022 mendatang. Hal tesebut dikatakan langsung oleh pemimpin partai sayap kanan Prancis, Marine Le Pen.

Meskipun dianggap bertentangan dengan undang-undang, Le Pen tetap melayangkan usulan larangan penggunaan hijab jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) Prancis yang akan diselenggarakan tahun depan. Pen yang menjadi lawan politik Presiden Prancis Emmanuel Macron tetap berupaya mengampanyekan larangan ini jelang Pilpres 2022 mendatang.

Le Pen di sisi lain mendapatkan dukungan publik yang menginginkan larangan hijab diberlakukan semakin kuat. Dukungan tersebut bahkan hampir mengimbangi Presiden Macron berdasarkan sebuah jajak pendapat jelang Pilpres Prancis 2022.

Baca Juga: Keluarga Penerima Manfaat Bansos PKH Dibatasi, Begini Penjelasannya!

"Saya menganggap penutup kepala itu (hijab) sebagai item pakaian yang digunakan oleh para Islamis," kata Marine Le Pen pada Jumat 29 Januari 2021 dikutip dari Al Jazeera.

'Ideologi Islamis' yang 'totaliter dan mematikan' dirasakan akan secara otomatis terdepak dari Prancis jika diberlakukan larangan hijab.

Pen dikabarkan pernah kalah dua kali pada Pilpres Prancis 2017. Namun, tampaknya pandangan publik Prancis mulai bergerak mendukungnya. Peluang besar menjadi Presiden Prancis dalam Pilpres 2022 mendatang Pen juga dinilai dari jajak pendapat baru-baru ini. Hal tersebut menunjukkan Marine Le Pen mendapat dukungan yang cukup besar.

Baca Juga: Google Kantongi Izin Aplikasi Judi Play Store, 15 Negara Siap Jadi Pengembang

Dikabarkan bahwa selama ini Prancis memang dikenal memelopori berbagai aksi yang dianggap menyudutkan Islam dengan dalih 'kebebasan berpendapat'.

Tindakan yang dinilai penuh kebencian terhadap Islam alias Islamofobia itu sering menyulut amarah umat Islam dan memunculkan aksi-aksi kekerasan di Prancis.

Pakaian yang umum digunakan Muslim Prancis ikut terseret ke dalam pusaran konflik tersebut. Hingga hari ini, Prancis telah melarang sejumlah atribut yang identik dengan muslim, di antaranya cadar alias niqab, burka, dan burkini.

Baca Juga: Dua Gol CR7 Gagahi Inter Milan pada Leg Pertama Semifinal Copa Italia

Sementara itu Pakar Politik Prancis Jean-Yves Camus dalam keterangannya mengatakan, di tengah situasi pandemi Covid-19 menekan warga Prancis dari sisi kesehatan maupun ekonomi.

Dikatakan Jean, penduduk Prancis  sangat marah ketika pemerintah memberlakukan lockdown ketiga. Di sisi lain, pemenggalan Samuel Paty dan sejumlah serangan penikaman yang menghebohkan Prancis membuat posisi Marine Le Pen semakin kuat.

"Ini merupakan posisi tertinggi yang pernah dicapainya," kata Jean.***

Reporter: Rafael Fautngiljanan

Editor: Ade Riberu

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler