Mengenal Megalitik Tutari Situs Peradaban Papua

- 7 Juli 2022, 05:11 WIB
Menhir di Situs Megalitik Tutari.
Menhir di Situs Megalitik Tutari. /Dok. Hari Suroto/

 

Mengutip hasil penelitian berjudul “Pengelolaan Situs Megalitik Tutari” yang dilakukan Erlin Novita, peneliti Balai Arkeologi Jayapura, disimpulkan bahwa pada masa lampau lokasi itu dimanfaatkan sebagai pusat kegiatan religius bagi masyarakat Tutari, salah satu suku di barat Danau Sentani.

Baca Juga: Presiden Jokowi Dorong Transformasi Polri Jadi Institusi Modern

Berdasarkan penuturan para tokoh masyarakat Doyo Lama, suku Tutari pernah ada sekitar 6000 tahun lampau di sebuah perkampungan bernama Tutari Yoku Tamaiyoku. Namun, mereka akhirnya punah ketika terlibat perang antarsuku untuk memperebutkan wilayah dengan Ebe, suku yang berasal dari wilayah Pulau Yonoqom atau Yonahang. Suku Ebe membumihangus seluruh isi dan masyarakat Tutari hingga nyaris tidak menyisakan apa pun. Kecuali tempat pemujaan berbentuk bongkahan batu dan menhir.

Peninggalan megalitik di Situs Tutari setidaknya dibagi menjadi enam sektor. Sektor pertama berupa batu berlukis (rock art) di mana terdapat 147 karya lukis di atas 115 bongkahan batu menggunakan teknik gores. Ada yang dilukis tunggal atau terdiri dari 2-5 lukisan dalam satu bongkahan batu.
Peninggalan megalitik di Situs Tutari setidaknya dibagi menjadi enam sektor. Sektor pertama berupa batu berlukis (rock art) di mana terdapat 147 karya lukis di atas 115 bongkahan batu menggunakan teknik gores. Ada yang dilukis tunggal atau terdiri dari 2-5 lukisan dalam satu bongkahan batu.

Suku Ebe kemudian hidup berpindah, tidak hanya menguasai bekas wilayah Tutari. Mereka juga menjelajah ke Tanjung Warako, dan bergeser ke Ayauge di utara sebelumnya akhirnya menetap di tepian Danau Sentani. Suku penakluk Tutari ini kemudian diketahui sebagai nenek moyang dari masyarakat Kampung Doyo Lama, Kwadeware, dan Yakonde.

Peninggalan megalitik di Situs Tutari setidaknya dibagi menjadi enam sektor. Sektor pertama berupa batu berlukis (rock art) di mana terdapat 147 karya lukis di atas 115 bongkahan batu menggunakan teknik gores. Ada yang dilukis tunggal atau terdiri dari 2-5 lukisan dalam satu bongkahan batu. Ada 13 jenis dan motif lukisan, di antaranya unsur matahari, manusia, flora, dan satwa. Lukisan terbanyak yaitu motif ikan (95 buah), biawak (18), dan kura-kura (13).

Kemudian terdapat empat bongkahan batu berjajar saling berdekatan dipahat membentuk bagian kepala, leher dan badan. Batu-batu tersebut dijuluki sebagai batu ondoafi. Keempat batu itu dianggap mewakili suku yang pernah ada di Doyo Lama.

Baca Juga: Resmi, Gubernur Papua Izinkan Persipura Gunakan Salah Satu Stadion Terbaik di Asia Tenggara Sebagai Home -Base

Batu-batu ini bentuknya seperti manusia seolah sedang menatap ke Kampung Doyo Lama. Saat ini kondisi batu-batu tersebut sudah mulai terkikis oleh iklim sehingga bentuk dan besarannya sudah tidak sama lagi.

Halaman:

Editor: Fransisca Kusuma

Sumber: jayapurakab.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x