Lembah Balem Papua dan Potongan Kisah Bakar Batu Kaum Muslim: Toleransi Dinamis yang Kian Mengakar

11 Mei 2021, 08:45 WIB
FOTO ilustrasi upacara bakar batu.*/TRIPHOLIDAY /

PORTAL PAPUA-Di Lembah Baliem Papua kita bisa belajar tentang toleransi beragama. Dalam sejarahnya, sebelum Islam masuk, di Lembah Baliem sudah ada penganut Kristen Protestan dan Katolik. 

"Agama Islam mulai berkembang di Lembah Baliem, berawal dari program Presiden Soekarno yang mengirimkan para relawan Pelopor Pembangunan Irian Barat (PPIB) ke seluruh pelosok Papua untuk mempersiapkan pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera). Para relawan ini kesemuanya beragama Islam, mereka berasal dari Jawa Tengah dan Yogyakarta," ujar Hari Suroto, Arkeolog di Balai Arkeologi Papua.

Baca Juga: Mengenal Kain Tradisional Suku Sobey, Papua dari Pintalan Daun Pohon Nibu

Melalui interaksi yang intensif serta dakwah dari para relawan ini, sebagian suku Dani di Lembah Baliem kemudian memeluk agama Islam.

Pada mulanya Islam berkembang di Kampung Megapura, kemudian berkembang di Kampung Hitigima, Welesi, Okilikik, Araboda, Air Garam, Kurima, Tulima, Apenas dan Jagara. 

"Yang unik adalah suku Dani yang beragama Islam ini, masih tetap mempertahankan tradisi khas Lembah Baliem yaitu bakar batu," cetusnya.

Baca Juga: PMKRI Desak Pemerintah Kaji Ulang Kurikulum K-13, Sephia: Kurikulum pendidikan Indonesia Jawa Sentris

Tradisi bakar batu ini dilakukan dalam menyambut ramadan dan hari besar Islam lainnya.

Selama ini dalam tradisi bakar batu di Lembah Baliem, bahan makanan yang dimasak adalah daging babi.

Komunitas muslim Dani menggantinya dengan ayam kampung atau ayam broiler yang di Papua disebut dengan ayam es.

"Saat melakukan bakar batu, laki-laki menyusun batu di atas susunan kayu kering kemudian ditutupi dengan daun-daun serta rumput kering untuk selanjutnya dibakar. Tidak jauh dari lokasi batu dibakar, sebelumnya sudah dibuat sebuah kubangan dalam tanah," katanya.

Batu panas hasil pembakaran kemudian ditata merata di dalam lubang, selanjutnya di atas permukaan batu panas disusun berbagai jenis bahan pangan seperti sayuran, keladi, ubi jalar, singkong, pisang dan ayam. Bahan pangan ini kemudian ditutup dengan daun ubi jalar atau sayur-sayuran lainnya.

Baca Juga: Innalilahi, Eks Wakil Sekjen MU, Tengku Zulkarnain Meninggal Dunia karena Covid-19

Bahan pangan ini akan matang dari panas panas yang bersumber dari batu. Setelah semua bahan pangan disusun, tumpukan makanan itu kemudian ditutup rapat dan kemudian meletakkan lagi batu panas. Setelah tiga jam, kemudian dibuka dan semua bahan makanan pun sudah matang dan siap disantap.

Dalam tradisi bakar batu menyambut ramadan ini biasanya dilakukan di halaman masjid atau mushola. Dalam pelaksanaanya dilakukan secara bergotong royong, melibatkan Suku Dani yang beragama Nasrani.

Pelajaran berharga yang dapat diambil dari kehidupan beragama di Lembah Baliem adalah rasa toleransi beragama yang tinggi. Selain itu tradisi warisan leluhur masih dipertahankan.

Editor: Atakey

Tags

Terkini

Terpopuler