Interseksi Antara Kelompok Bersenjata dan Jaringan Terorisme di Indonesia, Oleh Steve Rick Elson Mara, S.H.

- 14 Mei 2022, 00:20 WIB
Steve Rick Elson Mara, S.H.,M.Han. (Penulis Buku Kita Semua Mau Hidup Damai)
Steve Rick Elson Mara, S.H.,M.Han. (Penulis Buku Kita Semua Mau Hidup Damai) /Portal Papua/

PORTAL PAPUA  - Interseksi Antara Kelompok Bersenjata dan Jaringan Terorisme di Indonesia, Oleh : Steve Rick Elson Mara, S.H., M.Han. (Kader Intelektual Bela Negara)

 

Kelompok kriminal Bersenjata (KKB) di Papua dalam beberapa waktu terakhir ini terlihat terus meningkatkan volume serangan mereka kepada kekuatan pertahanan militer Indonesia namun juga kepada warga sipil dibeberapa daerah di Papua.

KKB yang menyebutkan kelompok mereka sebegai Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) ini melakukan serangan dan mengaku bertanggung jawab atas setiap serangan yang dilakukan, hal itu disampaikan oleh juru bicara kelompok melalui video singkat yang viral di media sosial.

 

Penyerangan yang dilakukan oleh kelompok tersebut kepada militer telah dikonfirmasi menggunakan senjata modern dan juga BOM modern yang sampai saat ini belum terkonfirmasi dari mana asal senjata modern tersebut. Jenis bom yang digunakan adalah granat GLM (sumber : kabar24.com Fakta KKB serang pos marinir di Papua).

 Baca Juga: Jokowi Dijamu Makan Malam Bersama Joe Biden sebagai Tamu Terhormat, Bungkam Mulut Besar Natalius Pigai

Pembantaian lain yang dilakukan oleh kelompok tersebut adalah terhadap 8 orang warga sipil pekerja pegawai PT. Palapa Timur Telematika (Sumber : liputan6.com media dunia sorot serangan KKB ke Pegawai PTT di Papua). Kasus terbaru adalah serangan terhadap dua tukang ojek di kabupaten Puncak, satu orang dinyatakan meninggal dunia dalam penyerangan tersebut, serangan tersebut dikonfirmasi polda Papua bahwa dilakukan oleh KKB kodap Puncak Jaya (sumber : regional.kompas.com KKB berulah di Puncak Jaya Papua).

 

Pertengahan tahun 2021 lalu, Pemerintah Indonesia telah mengumumkan bahwa kelompok bersenjata yang ada di Papua yaitu KKB atau TPN PB bukanlah kelompok biasa melainkan kelompok yang dikategorikan sebagai kelompok Teroris. Hal tersebut disampaikan oleh POLHUKAM RI yang kemudian mendapatkan banyak tanggapan, ada pihak yang setuju tetapi ada juga pihak yang menyampaikan perlunya kehati-hatian dalam pelebelan tersebut dengan pertimbangan collateral damage (sumber : nasional.tempo.com Komnas HAM minta Pemerintah Hati-hati Label Teroris untuk KKB Papua).

 Baca Juga: Mendagri Ingatkan Tiga Bulan Sekali Para Penjabat Kepala Daerah Wajib Membuat Laporan Pertanggungjawaban

Kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) memberikan pembatasan arti kepada Terorisme yaitu penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan politik); dan juga terorisme merupakan praktik tindakan teror. Hal ini berarti beberapa tindakan teror secara sistematis yang dilakukan dan menimbulkan ketakutan kepada masyarakat dapat disebutkan sebagai tindakan terorisme.

 

Masih ingatkan kita, peristiwa bersejarah yang dilakukan kelompok terorisme pada 08 september 2001 disaat kekuatan pertahanan Amerika Serikat dikejutkan dengan aksi terorisme ke Menara World Trade Center. Atau aksi terorisme yang dilakukan di Indonesia, penyerangan di Sarinah Jakarta, bom bunuh diri di beberapa tempat ibadah.

 

Bahkan yang cukup viral adalah aksi seorang wanita simpatisan ISIS yang mempelajari tentang aksi terorisme hanya melalui internet kemudian pemahaman tentang kegiatan terorisme terbentuk dan dia meyakini bahwa aksi terorisme adalah benar, akhirnya dia berani masuk membawa senjata kedalam Mabes POLRI dan menyerang anggota Kepolisian. (sumber : news.detik.com Perempuan penyerang mabes Polri, Milenial kelahiran 1995)

 

Saat ini, perang memasuki dimensi ke-5, dimana penggunaan teknologi mejadi hal yang perlu mendapatkan perhatian. Perang ini dilihat sejalan dengan perkembangan terorisme generasi ke-3 atau terorisme global. Artinya penyebaran konten terorisme dan pengajaran untuk menjadi terorisme dapat dilakukan secara daring (dalam jaringan). Semenjak kekalahan ISIS di timur tengah, jaringan terorisme terpecah kebeberapa negara seperti Afrika, Eropa, Asia Timur khususnya Asia Tenggara.

 

Di Asia tenggara sendiri khususnya Indonesia, sudah ada beberapa kelompok yang terafiliasi kelompok terorisme dan masih aktif pergerakannya adalah Jamaah Islamiyah (JI), Jamaah Ansharut Daulah (JAD), Jamaah  Ansharut Khilafah (JAK), Negara Islam Indonesia (NII), dan MIT (Mujahidin Indonesia Timur).

 

Penulis mengamati aksi terorisme terus mengalami perkembangan melalui daring karena perkembangan teknologi sehingga muncul banyak simpatisan teorisme. Penyebaran paham terorisme melalui media sosial seperti ajakan ayo membela Isis yang pernah disampaikan oleh salah satu ketua organisasi di Indonesia. Perkembangan NII di daerah sumatera dalam beberapa bulan terakhir juga mengalami peningkatan setelah adanya penangkapan 16 terduga teroris (sumber : news.detik.com 16 tersangka teroris yang ditangkap densus adalah jaringan NII).

 

Pergerakan KKB di Papua dan Jaringan terorisme menunjukan kepada kita bahwa Indonesia saat ini sedang menghadapi ancaman multidomain, bahwa ancaman datang dari berbagai sisi yaitu secara nyata dan juga cyberwarfare. Penulis melihat dinamika ancaman perang ini sudah memasuki perang generasi ke-6 yaitu perang kognitif.

 Baca Juga: Paulus Waterpauw Resmi Dilantik Sebagai Penjabat Gubernur Papua Barat

Perang kognitif masuk melalui pemahaman baru dan intepretasi yang dibangun untuk merusak semangat persatuan dan kesatuan bangsa, dengan hal tersebut seseorang yang sudah terpapar akan merasa bahwa persatuan dan kesatuan bangsa tidak lebih penting dari tindakan terorisme, radikalisme dan kriminalisme. Dengan merusak kognitif generasi muda, maka kelompok kepentingan tersebut akan berhasil merusak masa depan bangsa.

 

Secara eksplisit hal ini telah terlihat dimasyarakat bahwa banyak kelompok penentang pemerintah hadir dimasyarakat, bukan untuk menyuarakan persatuan tetapi menyuarakan perpecahan, dari kelompok terorisme, simpatisan terorisme, hingga kelompok yang dikategorikan sebagai teorisme di Papua.

 

Saat ini yang harus dijaga adalah setelah perang generasi ke-6 yaitu perang kognitif dianggap berhasil untuk mendoktrin secara filosis ideologis kepada anak muda, maka perlu diantisipasi jika setiap kelompok akan mengambil jalan tengah untuk bergabung menjadi satu kekuatan untuk melawan pemerintah.

 

Dengan dinamika tersebut maka penulis melihat ada persimpangan atau interseksi yang harus diwaspadai dari perkembangan terorisme dibeberapa negara termasuk perkembangannya yang pesat di Indonesia melalui penjaringan keanggotaan dan ajaran propaganda daring yang menyerang kognisi, serta perkembangan penggunaan senjata modern dan Bom oleh kelompok bersenjata di Papua, penulis menyarankan perlu ada kehati-hatian militer dan intelijen terhadap terbukanya ruang komunisi antara kelompok terorisme Isis, JI, JAD, JAK, NII, dan MIT dengan KKB di Papua.

 

Jika ruang tersebut terbuka maka tidak menutup kemungkinan ada penyeludupan senjata modern, pelatihan perang, hingga perekrutan anggota demi kepentingan masing-masing kelompok.

 Baca Juga: Dukcapil dan KPU Sepakat Tuntaskan Masalah Data Pemilih Untuk Pemilu 2024

Kita perlu terus memberikan pemahaman tentang upaya didalam menerapkan 4 konsensus bangsa yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika, dengan mengimplementasikan paradigma nasional yaitu Wawasan Nusantara, Ketahanan Nasional, dan Kewaspadaan Nasional kepada seluruh warga negara Indonesia terutama bagi generasi muda yang rentan dipengaruhi kelompok terorisme, radikalisme, dan kriminalisme.***

Editor: Eveerth Joumilena


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x