Suara Hati untuk Alamku

18 November 2020, 22:49 WIB
Salah satu destinasi wisata eksotis di Sumba, hutan mangrove /Wonderful Indonesia

Lestari alamku lestari desaku

Dimana Tuhanku menitipkan aku

Nyanyi bocah-bocah di kala Purnama

Nyanyikan pujaan untuk nusa…..”

Itulah penggalan lagu ciptaan Gombloh yang ku dengarkan di kamarku yang berukuran 2x2 meter persegi ini. Mendengarkan lagu ini terpukulah hati ini dan termenung untuk merefleksikan siapakah aku ini, manusia seperti apakan aku ini, apakah aku manusia yang baik ataukah manusia yang serakah.

Aku adalah seorang mahasiswa di Universitas Mahasarawati Denpasar dan juga seorang aktivis yang bergabung di salah satu organisasi mahasiswa pencita alam yaitu Himpunan Mahasiswa Pencinta Alam atau yang dikenal dengan HIMAPALHI. Himapalhi yang merupakan organisasi internal kampus berlevel Nasional merasa perlu untuk mulai bergerak dan mulai mendiskusikan serta bertindak dalam melestarikan alam yang akhir-akhir ini belum terlalu konsen ke arah situ.

Baca Juga: Paus Fransiskus Mentahbiskan Uskup Baru untuk Keuskupan Youngstown, US

Manusia terlalu sering membicarakan serta menuntut tentang hak-hak kemanusiaan tetapi sudahkah kita membicarakan tentang hak-hak tumbuhan, hak-hak hewan yang juga merupakan mahkluk hidup dan ciptaan Tuhan di bumi ini ?. Manusia terlalu serakah membangun kerajaan bisnisnya untuk kepentingan tertentu tanpa sedikitpun memperhatikan alam. Alam dieksploitasi habis-habisan untuk kepentingan pribadinya bahkan rakyatpun  tidak dipandang sebagai manusia lagi.

 Hutan-hutan telah ditelanjangi digantikan dengan gedung-gedung yang berwajah angkuh tak peduli dengan mahkluk hidup yang berdiam di dalam hutan yang menjadi rumah mereka. Sungai-sungai yang dulu begitu jernih mengalirkan kehidupan disekitarnya tapi sekarang sudah tercemar dan bahkan terdapat beberapa sungai yang sudah kering. Burung-burung di udara tak lagi mengiasi udara dan bernyanyi ria seperti dulu kala.

Baca Juga: Kardinal Polandia Dikabarkan Meninggal Dunia di Usianya yang ke 97 Tahun

Manusia begitu dekat dengan alam saling memberi, saling mengerti hak-hanya sebagai mahkluk hidup. Dulu juga mengingatkan ku seorang anak kampung ini akan amanah orang tua dulu yaitu “anak ku jika kamu pergi ke dalam hutan ambilah secukupnya jangan menjadi orang yang serakah ingatlah bahwa anak cucumu juga membutuhkanya nanti”. Dulu amanah itu aku anggap sebagai sesuatu yang biasa tetapi seiring berjalan usia dan pengetahuan, aku merasa betapa bijaksana orangtua-orangtua kita dulu jika dibandingan dengan manusia sekarang yang menganggap dirinya pintar dengan penemuan-penemuan industrinya sampai melupakan amanah orang tua kita dulu. Itulah kebodohan menurutku.

Mau jadi apa wajah bumi ibu pertiwi ini kedepan yang memiliki kekayaan alamnya. Akankah itu hanya menjadi sebuah dongeng kepada anak cucu kita nantinya. Laut dan sungai sekarang sudah tercemar dengan sampah plastik, limbah industri, dan perusakan ekosistem laut dan sungai  yang disebabkan oleh perbuatan manusia yang tidak bertanggung jawab. Hutan dan gunung-gunung sudah ditelanjangi semua, hewan-hewan dengan sendiri nya mati dengan tragis karena tak punya tempat tinggal lagi untuk tumbuh dan berkembang biak. Itulah yang terjadi saat ini di bumi ibu pertiwi ini bahkan sampai mendunia dan ini semua karena ulah manusia-manusia yang serakah. Manusia membuang segalah macam sampah ke sungai lalu dialiri ke laut kemudian meracuni hewan laut yang tak bersalah. Banyak ekosistem laut yang rusak dan mati.

Baca Juga: Mundur dari Vokalis Seventeen, Ifan Seventeen: Ada Pihak yang Merasa Dirugikan

Telah ditemukan oleh para peneliti ………yaitu Chelsea M Rochman dan kawan-kawan bahwa terdapat banyak ikan yang mati dan ditemukan  mikroplasitik didalam tubuh ikan tersebut. Dalam penelitianya terdapat ikan yang dijual di Pasar Paotore di Makassar Indonesia sekaligus di California Amerika Serikat hasilnya, ikan yang ditangkap nelayan di Makassar maupun di California sama-sama mengandung mengandung plastic. Maka bisa diambil kesimpulan bahwa ikan-ikan tersebut memakan plastik karena memang laut sudah tercemar. Jika ikan makan plastik lalu manusia juga makan ikan maka secara tidak lansung manusiapun juga sudah memakan plastik. Sungguh suatu rantai makanan yang sempurna buruknya untuk mahlkuk hidup.

Sekarang seluruh dunia mulai konsen dengan Revolusi Hijau dan di Indonesia ada beberapa daerah dan orang-orang tertentu mulai konsen dengan mulai merawat lingkungan. Langkah awal yang dilakukan yakni dengan  memulai mengelolah sampah menjadi barang yang bernilai jual. Indonesia sendiri juga menjadi salah satu negara yang ikut menandatangani Sustainable Development Goals (SDGS) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang terdiri 17 butir tujuan dengan 169 capaian yang terukur dan tengat yang dielenggarakan oleh PBB dan beberapa negara-negara lintas pemerintahan pada resolusi PBB yang diterbitkan pada 21 Oktober 2019 sebagai ambisi pembangunan bersama hingga tahun 2030. Dalam SDGS pada butir ke 14 dan 15 juga mulai konsen di lingkungan laut dan darat. Oleh karena itu targertnya pada tahun 2030 Indonesia maju.

Baca Juga: Cara Merawat Rambut agar Elastis dan tidak Mudah Rontok

Kalau Indonesia sudah mengambil langkah itu maka pertanggungjawabanya untuk mewujudkan tujuan mulia itu tidak bisa saja dimulai oleh orang-orang atau organisasi-organisasi atau daerah-daerah tertentu saja tetapi harus semua lapisan masyarakat harus turut ambil bagian untuk mewujutkan tujuan ini. Mari kita kembalikan lagi budaya Indonesia, budaya gotong royong untuk menjaga dan melestarikan alam Indonesia agar alam Indonesia yang kaya ini tidak hanya menjadi dongeng untuk anak cucu kita nantinya. Manusia Indonesia harus tahu bahwa tumbuhan dan hewan juga mempunyai hak untuk bertumbuh dan berkembang biak layaknya manusia sebagai sesama mahkluk hidup.

Banyak cara untuk mulai menjaga dan melestarikan alam dan lingkunagan kita  dengan tidak membuang sampah sembarangan, mengelola sampah sebagai barang yang berguna dan juga ekonomis. Banyak organisasi-organisasi dan orang-orang  yang dengan kreatifitasnya telah mengubah barang-barang bekas menjadi barang yang bernilai guna salah satu contohnya yaitu Ecobrick. Ecobrick ditemukan oleh Rusel Maier pertama kali di Filipina yang adalah seorang seniman asal Kanada yang sekarang tinggal di Indonesia. Secara harafia ecobrick berarti ‘bata ramah lingkungan’, dengan ecobrick ini kita bisa membuat pot tanaman, lampu hias, tempat duduk, wadah serbaguna, dsb. Ada juga beberapa daerah sudah menerapkan Bank Sampah yang dimana mengajak masyarakat untuk jangan membuang sampah sembarangan tetapi sampah tersebut di kumpulkan lalu di tabung ke bank sampah sehingga sampah itu dapat diolah menjadi Rupiah. Salah satu daerah yang sudah menerapkan itu ialah di Desa Adat Pecatu, Kuta Selatan, Badung, Bali.

Baca Juga: Syarat Utama agar Guru dan Dosen Bisa Lolos Terima BSU Kemendikbud

Aku percaya bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang cerdas sedari dulu. Maka dari itu apapun status sosial kita tidak bisa menjadi pembeda sesama kita karena kita sama-sama manusia yang mempunyai hak yang sama dan tanggungjawab yang sama untuk mewujutkan Indonesia sejahtera sesuai dengan asas Pancasila. Mulailah sadar akan hal ini dengan memulai langkah yang maju untuk  merawat dan melestarikan alam sesuai dengan profesi kita masing-masing.***

Penulis:Alexandro Rolandi

Mahasiswa Universitas Mahasarswati Denpasar Fakultas Bahasa Asing

Editor: Paul

Tags

Terkini

Terpopuler