Dipercaya Beri Keturunan, Batu Kelamin di Raja Ampat Jadi Destinasi Unggulan Wisatawan

- 10 Maret 2021, 07:51 WIB
Batu Kelamin di Raja Ampat
Batu Kelamin di Raja Ampat /

PORTAL PAPUA-Raja Ampat memiliki destinasi unggulan yaitu batu kelamin laki-laki yang diyakini oleh masyarakat setempat dapat memberikan keturunan bagi pasangan yang yang tidak memiliki anak hanya dengan memegang atau menyentuhnya.

Selesai menyentuh atau memegang batu tersebut pasangan kemudian melemparkan sebuah uang koin sebagai persembah kepada batu kelamin laki-laki ini.

Baca Juga: Sinopsis Dari Jendela SMP SCTV, Rabu 10 Maret 2021,Ken Marah Besar saat Hampiri Reno

Batu kelamin tersebut terdapat di Kampung Lopintol, Distrik Teluk Mayalibit, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat.

Satu-satunya transportasi untuk bisa sampai pada batu ini, hanya dapat dilakukan dengan perahu dari Warsambim.

Namun sebelum ke Warsambim, para wisatawan terlebih dahulu mesti ke Waisai. Kemudian, dari Waisai para wisatawan akan melakukan perjalanan ke Warsambim dengan naik kendaraan bus dengan tarif perorangnya Rp50.000.

Baca Juga: Spoiler Ikatan Cinta, 10 Maret 2021, Ungkap Hubungan Roy dan Andin, Bu Sarah Ungkap Fakta Mengejutkan

Lalu, sesampainya di Warsambim, para wisatawan dapat menyewa perahu milik nelayan menuju batu kelamin laki-laki tersebut, dengan tarif sekitar Rp 500 ribu.

Batu kelamin laki-laki ini diyakini oleh penduduk setempat mempunyai nilai religius dan dikeramatkan.

Batu tersebut adalah dua batu yang berbentuk alat kelamin laki-laki yang menggantung di atas air, dan batu ini terdapat pada tebing karst di Teluk Mayalibit.

Kedua batu ini berupa stalaktit yang berbentuk alat kelamin laki-laki pada tebing karst di Teluk Mayalibit. Batu ini masing-masing memiliki panjang tiga meter dengan diameter 40 sentimeter.

Baca Juga: Bendungan Karalloe Sulawesi Selatan Memasuki Tahap Akhir Pembangunan

Batu kelamin merupakan tradisi megalitik berkaitan dengan kepercayaan terhadap kekuatan supranatural. Batu alam yang disakralkan dan memiliki kekuatan tertentu.

Menurut cerita penduduk Lopintol, bahwa kedua batu tersebut sudah ada sejak dahulu kala dan tidak ada keterangan secara jelas tentang asal usulnya. Kedua batu ini dapat dikategorikan sebagai tradisi megalitik.*(Hari Suroto, Arkeolog Balai Arkeologi Papua )

Editor: Elvis Romario

Editor: Atakey


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x