Pendidikan Bukan Sekedar Untuk Mendapat Gelar atau Pekerjaan, Tapi Education is For Life

12 Juli 2022, 15:57 WIB
Ilustrasi pendidikan, sekolah, siswa, PPDB. /Antara/Indrayadi TH/

PORTAL PAPUA  - Pendidikan Bukan Sekedar Untuk Mendapat Gelar atau Pekerjaan, Tapi Education is For Life.


Yang harus ditonjolkan dalam pendidikan adalah Education for life (pendidikan untuk kehidupan). Artinya bagaimana pendidikan itu dapat menolong seseorang untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik, bukan sekedar untuk mendapat gelar atau pekerjaan.


Hubunhgan antara dunia pendidikan dengan transformasi bangsa sangat erat hubungannya. Karena kalau berbicara mengenai pendidikan , berarti menyiapkan kondisi sumber daya manusia (SDM).

Kemajuan sebuah bangsa sangat ditentukan oleh kondisi  SDM nya. Kalau generasi mudanya dapat didik dengan baik dan benar, maka kondisi SDM nya akan membaik.

Kalau SDM nya cerdas dan mentalnya bagus bangsa ini akan mengalami transformasi. Bagaimana kondoisi bangsa Indonesia bisa diubahkan , kalua 60% SDMnya hanya lulusan SD? Itulah sebabnya tahun 1997 kita terkena krisis moneter dan imbasnya masih terasa pada saat itu, saat ini. perbaikan ekoniomi dan sosial masyarakat masih tertatih-tatih, belum berubah disbanding negara Asia lainnya. Itulah yang menjadi problema mendasar. Masyarakat yang kurang pendidikan , mencari nafkah sangat sulit, sehingga lama kelamaan bisa melakukan tindakan criminal, karena mudsh dipengaruhi hasl-hal yang negative.

Baca Juga: Presiden Jokowi akan Serahkan Bansos dan Tinjau Balai Besar Penelitian Tanaman Padi di Subang
United Nation Development Program (UNDP), sebuah Lembaga dari PBB, setiap tahun mengeluarkan HDR (Human Development Report) yang didalamnya terkandung education index (index pendidikan,red). Tahun 2004, Indonesia menempati peringkat ke 110 dari 117 negara yang di-survey.

Berarti ,Indonesia hanya satu peringkat diatas Vietnam, yang ada pada peringkat 112. HDR Indonesia berada di posisi 0,8 dari skala 0-1. Dari sisi education index-nya tidak terlalu jelek. Tapi kita masih di bawah negara-negara Asia lainnya. Misalnya Malaysia 0,83, Thailand 0,86, Brunei 0,87, Filipina 0,89 dan Singapura 0,81.


Contohnya Korea Selatan memliki tingkat pendidikan yang sangat tinggi, sehinga negara ini menjadi salah satu bangsa didunia yang mempunyai SDM setingkat S3 yang terbanyak di dunia. Ini suatu loncatan yang luar biasa  dan kita dapat melihat transformasih yang dialami Korea Selatan.

Berbicara soal pendidikan , maka peran sekolah formal, orang tua, Lembaga keagamaan  yang mengelolah pendidikan, dan masyarakat di dalam pendidikan anak harus secara sungguh-sungguh penanganannya, kita harus melihatnya secara luas, tidak hanya dilingkup sekolah saja.

Mulai dari orang tua yang menjadi pilarnya, sekolah formal, kemudian masyarakat itu sendiri. Dalam pendidikan formal, anak didik belajar ketrampilan dan pengetahuan tertentu. Untuk pembinaan mental, karakter dan spiritual menjadi tanggung jawab Lembaga keagaaman . Orang tua jangan berpikir karena ada fasilitas, lalu semuanya diserahkan ke sekolah atau Lembaga  agama, tidak demikian.

Baca Juga: Persipura Masih Butuhkan Satu Striker Lokal, Syarat Pengalaman
Mahalnya biaya  pendidikan khususnya di sekolah-sekolah swasta termasuk sekolah agama, “ idealnya,pendidikan yang bermutu itu tidak harus mahal harganya, walau diperlukan biaya untuk menyediakan sarana, fasiliats-fasilitasnya. khusus untuk pendidikan, perlu dipertimbangkan pula keadilannya. Saya ingin menekankan bahwa paradigma pendidikan itu harus murah, tapi harus berkualitas.

Seorang guru harus benar-benar mau berkorban, baru disebut pahlawan tanpa tanda jasa. Perlu direnugkan ulang bahwa pendidikan berkualitas memerlukan biaya.”


“Pembiayaan anak didik ditanggung bersama dengan mengikuti prinsip-prinsip kemanusiaan. Maksudnya, perlu ada keseimbangan , yang mampu mencukupi yang kurang. Artinya menyediakan bea siswa  bagi anak-anak  yang kurang mampu”.


Penulis pernah melakukan sebuah study, ternyata anak SD di Indonesia , jika dibandingkan dengan anak SD di luar negeri untuk satu mata pelajaran tertentu, anak kita menang. Misalnya, matematika dari segi pengetahuan dan ketrampilan menhghitung. Anehnya, kalau  sampai SMU atau perguruan tinggi, anak kita kalah jauh dengan anak dari luar negeri,  seperti Amerika, Australia, Singapura, dan lainnya.

Apa yang salah? Salah satunya bahan sangat banyak, sementara kemandirian mereka dalam hal belajar tidak dikembangkan, sehingga keyakinan diri sendiri rendah, kemampuan berkomunikasi dengan orang  juga rendah. Belum lagi mental, moral dan kejujuran.

Itulah penyebab utama pengangguran, yang dalam masyarakat lasim disebut percuma sekolah tinggi-tinggi kalau nanti menganggur.


Secara makro, kita terlalu banyak mendirikan pendidikan umum. Dulu ada Sekolah Teknik (ST) kemana mereka? Akhirnya, anak SD dipaksa masuk SMP, kemudian ke SMU.

Sampai SMU bingung. Seharusnya kita semakin banyak membuka sekolah kejujuran , sehingga setelah tamat, keterampilannya cukup dan langsung bekerja sesuai kejuruannya. Kalau tamat SMU saja, mau kerja apa? Tidak heran banyak yang menganggur. Padahal SMU itu dipersiapkan untuk masuk ke perguruan tinggi.


Yang harus ditonjolkan adalah Education for life (pendidikan untuk kehidupan). Education for life artinya : Bagaimana pendidkan dapat menolong seseorang untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik dan bukan sekedar  untuk mendapat gelar atau pekerjaan. Jangan performa S1 hanya untuk mengejar gelar.

Baca Juga: DPD RI Pastikan Kehadiran UU Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan Untuk LindungI Hak Dasar OAP

Kalau begini caranya, tamatan kita hanya menghasilkan penganguran saja. Kalau orientasinya supaya dapat bekerja, ini berbahaya. Umpamanya, si A diangkat menjadi manager pabrik kertas, dia membuang limbah disungai. Kalau dia mendapatkan education for life, dia akan menjadi manager pabrik kertas yang peduli dengan lingkungannya, tidak membuat polusi, membayar buruh dengan baik, memberi kesejahteraan yang besar dan tidak korupsi ?


Bagaimana mengembangkan pendidikan di Indonesdia saat ini ?
‘ Pertama dunia pendidikan jangan dipolitisir, jangan sampai ada titipan-titipan, seperti dahulu terkenal dengan   P4, Pancasila dan lainnya. Karena dikejar target dan bahannya sangat banyak, sehingga hanya dihafal. Mata pelajaran titipan ini harus dikikis habis  agar, supaya kebutuhan anak didik dapat berkembang. Kedua  pendidikan jangan dikomoditaskan. Pendidikan tidak murah, ada harga yang harus dibayar .

Tetapi juga tidak benar, kalau pendidikan ini dijadikan komoditas  (diperdagangakn, red). Misalnya ada Yayasan pendidikan yang penekanannya hanya pada fisik, nasib gurunya kurang diperhatikan , training gurunya kurang  dan buku tiap tahun ganti.                                          

Baca Juga: Intensitas Latihan Persipura Terus di Naikan, Ricky : Pemain Sudah Terlihat Lebih Baik dari Minggu Lalu                                                        

Ketiga, jangan membocorkan anggaran  pendidikan. Anggaran belanja Negara , yang ditetapkan wajib belajar Sembilan tahun, maka pendidikan harus digantikan.


Keempat, pemerintah sebaiknya memberdayakan inisiatif masyarakat untuk mengembangkan. Untuk meningkatkan guru-guru yangprofesional dan berkualitas, perlunya traing guru.         

(Penulis : Drs. Jan Willem Ongge, M.Pd, M.Th, Mahasiswa Program doctor Universitas Siber Asia Jakarta.Program study komunikasi.)



Editor: Esron Oko Demetouw

Tags

Terkini

Terpopuler