Egianus Kogoya Ingin Mendesain 'Pembantaian Santai Cruz ' Model Papua di Distrik Mugi, Nduga, Papua

- 24 April 2023, 13:48 WIB
KKB pimpinan Egianus Kogoya menyandera pilot Susi Air, Kapten Philip Mark Mehrtens.
KKB pimpinan Egianus Kogoya menyandera pilot Susi Air, Kapten Philip Mark Mehrtens. /Tangkapan layar YouTube/The Times and The Sunday Times/

PORTAL PAPUA   - Egianus Kogoya Ingin Mendesain " Pembantaian Santai Cruz " Model Papua di Distrik Mugi, Nduga, Papua, Oleh Marinus Mesak Yaung.

Setelah menyadera Pilot Susi Air Philip Mark Merthenz dan menjadikannya sebagai instrumen diplomasi meminta dukungan komunitas internasional untuk kemerdekaan Papua, yang dalam perkembangannya mengalami kegagalan, karena bukan simpati dan empati yang didapat, melainkan kecaman dan penolakan masyarakat internasional terhadap aksi penyanderaan kelompok Egianus Kogoya tersebut.

Masyarakat internasional adalah masyarakat logis dan ilmiah. Komunitas yang paham dengan baik aturan main dalam konflik dan perang yang sudah diatur oleh hukum perang internasional. Menjadikan masyarakat sipil atau pekerja kemanusian yang disandera sebagai alat propaganda dan alat politik para pihak yang berkonflik dan berperang, adalah pelanggaran serius terhadap hukum internasional konvensi Den Haag 1907 dan konvensi Jenewa 1949 dan Protokol tambahan keempatnya. Ini ketentuan hukum internasional yang tidak bisa diabaikan atau tidak di indahkan.

Sehingga salah satu contoh respon komunitas internasional terhadap kasus penyanderaan ini, misalnya Menteri Luar negeri Australia Penny Wong mengecam dan mengutuk aksi penyanderaan pilot susi air oleh kelompok Egianus Kogoya
https://asiatoday.id/read/australia-soroti-kekerasan-di-papua-dan-kutuk-penyanderaan-pilot-susi-air

Karena sudah gagal dalam menjadikan sandera sebagai alat diplomasi kemerdekaan Papua, kelompok Egianus Kogoya membuat skenario lain, dengan mengorbankan masyarakat sipil di distrik Mugi, Nduga, Papua.

Masyarakat distrik Mugi, dan sebagian dari distrik Paru, dan kampung - kampung sekitarnya, dimobilisasi dengan ancaman todongan senjata untuk menyerang aparat keamanan TNI di pos keamanan distrik Mugi. Kurang lebih terdapat 36 anggota TNI dari kesatuan Kostrad dan Kopassus yang bertugas di pos tersebut.

Masyarakat sipil Nduga dijadikan tameng peluru aparat keamanan. Masyarakat sipil Mugi, terutama perempuan dan anak - anak, dikerahkan dan bergerak dari berbagai sisi untuk menyerang aparat keamanan yang sedang mempersiapkan diri untuk buka puasa menjelang magrib.

Aparat keamanan TNI tidak siap merespon situasi dilemma akibat serangan mendadak oleh ibu - ibu dan anak - anak, disertai tembakan - tembakan dari belakang massa sipil oleh kelompok Egianus Kogoya.

Doktrin TNI " To kill or to be killed " menjadi ragu - ragu untuk ditegakkan. Kalau doktrin to kill or to be killed ditegakkan atau di kedepankan, maka pembantaian santai cruz jilid dua, atau tepatnya pembantaian berdarah Mugi Nduga, terhadap masyarakat sipil Papua, akan terjadi.

Halaman:

Editor: Eveerth Joumilena


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x