Marinus Yaung Sikapi Pernyatan DOB Papua Tidak Akan Hentikan Aspirasi Papua Merdeka

- 11 Juni 2022, 18:00 WIB
Akademisi Universitas Cenderawasih, Marinus Yaung, S.IP, MA, saat foto bersama Presiden Jokowi.
Akademisi Universitas Cenderawasih, Marinus Yaung, S.IP, MA, saat foto bersama Presiden Jokowi. /Foto Pribadi/

PORTAL PAPUA  - Pernyataan Wakil Ketua DPRP Papua, Yunus Wonda, Doktor hukum lulusan Unhas Makasar, tentang kebijakan strategis DOB Provinsi Papua, tidak akan menyelesaikan atau menghentikan aspirasi Papua Merdeka di media publik, adalah sebuah pernyataan kontroversi dan menuai polemik di masyarakat Papua.

Hal ini disampaikan oleh Pemerhati Maslaah Pemerintahan dan Politik Luar Negeri, Marinus Yaung, dalam keterangan yang disampaikan menyikapi pernyataan tersebut yang beredar di media di Jayapura, 11 Juni 2022.

Dikatakan, bahwa pernyataan ini sebenarnya sebuah tesis ilmiah dan logis jika berbasis pada data empirik dan pengalaman pribadi Yunus Wonda sendiri. Namun secara teori dan konsep perlu dilakukan telahan dan kajian yang lebih mendalam lagi.

Baca Juga: Pimpinan DPR Papua Sampaikan Pemekaran Tak Bisa Hentikan Aspirasi Papua Merdeka

Tesis Yunus Wonda telah menimbulkan diskursus dan perdebatan tajam diantara elit Papua pro DOB dan elit Papua pro penolakan DOB. Kualitas diskursus dua kubu politik ini, sangat tajam dan kritis, namun asumsi mereka lebih banyak dibangun dengan berbasis kepada sentimen dan rivalitas politik, dibandingkan berbasis pada argumentatif yang informatif. Sehingga yang terlihat kemudian nilai obyektifitas argumenrasi kedua kubu menjadi bias.

Sebagai akademisi, tesis Yunus Wonda menarik untuk diuji atau dibeda dengan teori dan konsep yang sederhana dan tidak rumit. Aspirasi Papua Merdeka adalah suatu ideologi. Ideologi Papua Merdeka sebagai sebuah aspirasi politik, oleh Yunus Wonda dibangun asumsi bahwa aspirasi politik ini akan terus hidup dan disuarakan oleh rakyat Papua yang berada di wilayah tiga Provinsi otonomi baru yang dibentuk di Papua.

"Tesis Yunus Wonda bisa diterima dan cukup rasional jika basis tesisnya pada teori pendekatan keamanan dan militeristik negara di Papua yang tidak dievaluasi kembali. Secara teoritis, pendekatan keamanan yang bersifat militeristik dan represif, adalah pupuk yang terbaik untuk menumbuhkan ideologi reaksioner dan merawatnya," tutur Marinus Yaung.



Selain itu, kejahatan terhadap kemanusian yang tidak terselesaikan, akan menimbulkan kemarahan di pihak korban. Secara teoritis, rakyat yang kecewa dan marah, adalah kumpulan manusia yang sangat beresiko dan rentan untuk diprovokasi dan dimobilisasi untuk mengikuti aliran - aliran ideologi reaksioner.

Karena itu tesis Yunus Wonda boleh diasumsikan rasional dan faktual. Namun tesis Yunus Wonda juga bisa direvisi atau ditolak argumentasinya karena ada juga asumsi lain yang mengatakan bahwa ideologi adalah suaru konsep pemikiran manusia yang tidak sempurna, sehingga faktor human eror menjadi salah satu titik kelemahan sebuah ideologi.

Baca Juga: Ajak Lestarikan dan Peduli, Bupati Keerom, Piter Gusbager Pimpin Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia

Studi historis, memberitahukan kepada kita bahwa ketika rakyat Uni Soviet mengalami krisis pangan karena kelangkaan gandum di lumbung gandum Ukraina akhir tahun 1980-an, yang mengakibatkan rakyat menjadi lapar dan marah, maka ideologi komunis yang sudah bertahan hampir 70 tahun, runtuh dan hancur dalam waktu yang begitu singkat.

Dari catatan fakta sejarah ini, kita bisa membangun teori bahwa ideologi bisa berubah ketika perut rakyat kosong dan lapar. Dan ideologi juga bisa berubah kalau perut rakyat sudah kenyang dan otak rakyat juga terisi penuh.

Aspirasi Papua Merdeka yang merupakan sebuah ideologi, bisa juga mengalami perubahan ketika perut rakyat Papua kenyang, dan otak rakyat Papua juga kenyang.

Perut rakyat anonim dari terwujudnya pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan otak rakyat anonim dari terjadinya perbaikan dan peningkatan pelayanan publik di bidang pendidikan dan kesehatan yang semakin berkualitas.

Baca Juga: Gubernur Papua, Lukas Enembe Pastikan Pembangunan Gedung Baru Kantor Gubernur Diresmikan 27 Desember 2022

Kalau implementasi pasal 76 ayat 2 Undang - Undang Nomor 2 tahun 2021 tentang perubahan kedua UU Otsus Papua dilakukan dengan penuh komitmen, kejujuran, ketulusan dan berintegritas oleh pemimpin dan aparatur birokrat yang amanah dan bermoral baik, di wilayah otonomi Provinsi yang baru di Papua, sudah tentu dalam perspektif trickle down effect, perut dan otak rakyat Papua berpotensi untuk dikenyangkan dan dipuaskan.

Karena, secara teoritis, ideologi bisa berubah secara alamiah tanpa tekanan represif atau mobilisasi, hanya melalui pertama, pendekatan pendidikan yang bermutu dan berkualitas. Kedua, melalui pendekatan kesejahteraan dan kemakmuran.
Baca Juga: Yan Mandenas Minta Dukungan Doa dari Masyarakat Pencinta Persipura Jayapura
Jenderal Douglas C. Marshall, mantan menteri luar negeri AS yang terkenal dengan program Marshall Plann, untuk rekontruksi Eropa paska perang Dunia II, membangun sebuah narasi bahwa " ideologi komunisme dan sosialisme hanya bisa tumbuh dan bertahan di lingkungan masyarakat yang miskin dan lapar." Narasi Jenderal Marshall masih menjadi rujukan kerangka berpikir para kritikus isu - isu tentang ideologi hingga saat ini.

Kesimpulannya adalah kalau kebijakan pemekaran daerah otonomi baru di Papua tidak bisa selesaikan masalah kemiskinan di Papua, maka tesis Yunus Wonda tentang aspirasi Papua Merdeka masih akan relevan dan diterima sebagai sebuah kebenaran. Namun sebaliknya jika kebijakan DOB mampu merubah Papua menjadi " Singapore " di ujung timur Indonesia, maka anti tesis yang muncul untuk menggugurkan tesis Yunus Wonda adalah orang Papua akan behenti menyuarakan aspirasi Papua Merdeka dan ideologi Papua Merdeka akan menjadi sebuah arsip dan dokumen sejarah peradaban Papua.***

Editor: Fransisca Kusuma


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x