Sebelum Adanya Garam Modern, Suku-suku di Papua Sudah Mengenal Garam dari Kolam Air Asin

- 11 Maret 2021, 15:31 WIB
Garam abu yang dibungkus dengan daun pandan di Hitadipa.
Garam abu yang dibungkus dengan daun pandan di Hitadipa. /Foto: Balai Arkeologi Papua/

PORTAL PAPUA-Sebelum ada garam modern, suku-suku Papua yang tinggal di pedalaman Papua, jauh dari pantai, mengandalkan kolam air asin sebagai sumber garam.

Baca Juga: Ini Alasan Tetua Adat dan Kepala Suku Biak Papua Tolak Pembangunan Landasan Roket SpaceX

Suku Moni di bagian barat pegunungan Papua, mengandalkan kolam air asin di Hitadipa, Homeyo dan Wandai. Kolam tersebut memiliki konsentrasi garam yang tinggi namun beryodium rendah.

Suku-suku di Lembah Baliem mengandalkan kolam air asin di Jiwika dan Hetegima. Produksi garam di pegunungan barat Papua dilakukan oleh kaum pria, sedangkan di Lembah Baliem, pembuatan garam dikerjakan oleh perempuan.

Baca Juga: Markas KKB di Papua Terbongkar, Begini Bentuk Markasnya

Garam dibuat dengan cara merendam selama dua hari atau lebih, tumbuh-tumbuhan berpori, serat-serat batang pisang, sejenis tanaman Uricaceae (Elatostema macrophylla).

Setelah direndam, media penyimpan konsentrasi garam ini dikeringkan dan dibakar menjadi abu. Abu ini kemudian digosok-gosok dengan daun pisang hingga lembut, lalu dibungkus dengan daun pandan. Abu inilah yang dipakai sebagai garam.

Baca Juga: Sandiaga Uno Minta Para Pelaku UMKM Wajib Melek Teknologi

Sementara itu, penduduk di pedalaman Sarmi, untuk mencukupi kebutuhan garamnya, mereka mengandalkan kolam air asin di tengah hutan. Kolam asin ini digunakan untuk mengawetkan binatang hasil buruan. Daging kasuari atau babi setelah selesai dibersihkan, selanjutnya direndam dalam kolam ini dalam waktu tertentu untuk kemudian diasap hingga kering. (Hari Suroto, Arkeolog Balai Arkeologi Papua)

Editor: Atakey


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x