Kopi Moanemani ditanam oleh petani suku Mee di kebun dekat hutan, lereng gunung maupun dekat rumah mereka.
Dirinya menulis, bahwa Kopi ini pada awalnya diperkenalkan oleh misionaris pada tahun 1960-an. Pada waktu itu, pesawat kecil setelah drop logistik di pedalaman, ketika kembali ke Kota Nabire, kondisi pesawat dalam keadaan kosong.
Baca Juga: Persipura Masih Menunggu Kabar Kepastian Dukungan dari Pihak Sponsor
Hari Suroto mengaku, dalam catatan sejarah, Para misionaris dan pilot berpikir komoditas jenis apa yang bernilai tinggi yang bisa untuk mengisi pesawat yang kosong dan komoditas ini bisa mensejahterakan penduduk pedalaman.
Maka sejak saat itulah, mulai dilakukan penanaman kopi. Karena Dogiyai terletak di ketinggian 1000 hingga 2000 meter di atas permukaan laut, maka kopi jenis arabica yang dipilih.
Ternyata hasil panen di luar dugaan. Kopi ini menghasilkan rasa yang unik dan khas, perpaduan rasa dan aroma gurihnya kacang, legitnya karamel, rempah-rempah dan coklat. Rupanya kopi Moanemani lebih dikenal di luar negeri daripada di dalam negeri.
Baca Juga: Pemprov Papua Komitmen Dukung Kegiatan Pelestarian Hutan Papua
Untuk mengenalkan Dogiyai sebagai penghasil kopi dengan rasa unik, maka setiap tahun perlu diadakan festival kopi Moanemani. Festival ini juga menjadi ajang kompetisi para barista meracik dan menyajikan kopi Moanemani.
Ditambahkan, bahwa Perkebunan kopi organik milik suku Mee dapat dijadikan sebagai agrowisata kopi. "Selain itu juga perlu dibuka sekolah menengah kejuruan (SMK) pertanian khusus agrobisnis kopi," demikian harapan Hari Suroto, dalam ulasna yang disampaikan kepada Portal Papua.***