Ketika Si Tikam Berjuang Tanpa Ayah Melewati Pilu Hingga Jadi Polisi

- 30 Juni 2022, 06:12 WIB
Anak anak Papua harus contoh dari Film Si Tikam Polisi Noken. Itu filmnya mengambarkan anak muda papua berjuang ingin mengapai sebuah mimpi dan cita cita.
Anak anak Papua harus contoh dari Film Si Tikam Polisi Noken. Itu filmnya mengambarkan anak muda papua berjuang ingin mengapai sebuah mimpi dan cita cita. /Portal Papua/


PORTAL PAPUA  - Malam itu, bulan seolah-seolah malu muncul dibalik awan tebal di langit Bolakma.

Bolakma adalah salah satu suku di Kabupaten Asmat, Provinsi Papua. Suasana hening malam itu terasa ketika memasuki tempat domisili suku Bolakma. Tak hanya suku bolakma, ada juga suku waro.

Suku waro dan bolakma hidup di pedalaman Asmat. Ternyata, ada kisah perang suku berakhir memilukan dari kedua suku ini. Cerita perang suku itu terkuak pada 21 Mei 2022 disela-sela penerimaan Bintara Noken.

Baca Juga: Analisis Papua Strategi Community Respon Positif Pemekaran Provinsi, Laus Rumayom Sarankan Studi Kelayakan

Saat itu, situasi tegang, perang suku pecah. Suku waro keluar dari dalam semak belukar. Busur, panah, hingga tombak di gengam erat di kiri-kanan tangan.

Ada juga obor api ditangan, mereka berlari dan menyerang ke arah suku Bolakma, saat seluruh warga suku Bolakma tertidur pulas.

Nyawa menjadi taruhan disana, warga suku waro nekat menyerang dan menikam siapapun warga dari suku Bolakma yang ada didepan mata. Obor yang dipegang ditangan warga suku waro dilemparkan ke perumahan warga suku Bolakma.

Penyerangan membabibuta itu membuat warga suku bolakma yang tertidur pulas, kaget, panik dan berlarian keluar rumah. Perlawanan pun tak tertahankan.

Warga Bolakma berhamburan keluar rumah dengan memegang senjata tajam tradisional lengkap ditangan, mulai dari parang, panah, kampak, hingga tombak. Mereka mempertahankan diri dan maju melakukan perlawanan dengan senjata tajam tradisional ditangan.

Sebagian berupaya menyelematkan diri dengan berlari keluar dari lokasi pertikaian. Bapak si tikam, yang mendengar peperangan itu, ia tak langsung keluar terlibat perang.

Dia memilih lebih dahulu membangunkan istri dan anaknya si tikam yang sedang tertidur pulas. Ia berupaya agar Si Tikam dan ibunya lari jauh-jauh menyelamatkan diri.

Setelah istri dan anak tercintanya sudah melarikan diri, dia keluar dari rumah dengan peralatan tradisional yang ia punya yakni panah dan busur lalu terlibat perang suku untuk mempertahankan kampungnya.

Ayah tercintanya sibuk membantu saudara-saudaranya perang mempertahankan kampung, ia berpikir Si Tikam anaknya sudah lari jauh dan terhindar dari musuh alias sudah aman.

Ternyata, Si Tikam dikejar oleh warga suku waro yang melakukan penyerangan. Si Tikam berlari sekencang-kencangnya. Didepannya ada gua batu. Tak menunggu lama si tikam masuk ke dalam gua.

Si Tikam aman dalam gua batu, tak ada musuh yang melihat ia masuk kesitu. Dia bersembunyi sambil menyaksikan perang suku dari balik gua, lantaran tak jauh dari lokasi perselisihan.
Baca Juga: Polda Papua Gelar Fun Bike Bersama Peringati Hari Bhayangkara ke-76
Kurang lebih dua jam lamanya berada dalam gua dan menyaksikan perang suku, tiba-tiba tenang, tak ada musuh warga suku waro. Rasa takut bercampur was was menghantuinya namun si tikam mencoba memberanikan diri keluar dari gua dan menuju ke rumahnya.

Si Tikam ke rumah untuk mencari kedua orangtuanya. Sungguh sedih, dari jauh si tikam melihat ibunda tercinta penuh darah, tewas terkapar didepan rumah. Sementara sang ayah, terkapar kaku dibawah pohon, nafasnya tesendat-sendat, bersimbah darah lantaran terkena panah ditubuh.

Rasa pilu Si Tikam kehilangan kedua orangtua tercinta. Air mata tak terhankan mengalir, si tikam menangis tersedu-sedu bercampur rasa takut jangan sampai ada musuh, namun saking sayang kepada kedua orangtuanya yang sudah tiada, Si Tikam memeluk ayahnya yang  sekarat karena terkena panah.

Saat Si Tikam menangis tersedu-sedu sambil memeluk ayahnya erat-erat, ia mendengar bunyi derap langkah warga suku waro, sepertinya mereka hendak kembali lagi menyerang kampungnya.

Suara terbata-terbata dari sang ayah penuh kesakitan karena luka panah, ia menyuruh anaknya lari. "Pergilah nak, lari menyelamatkan dirimu, karena tinggal kamu yang selamat," kata sang ayah dengan nada lemas.

Meski sudah disuruh lari, tapi Si Tikam masih tetap memeluk ayahnya sembari menangis tersedu-sedu. Si Tikam ingin ayahnya tetap disamping namun apalah daya, meski takut ia tetap memeluk bapaknya.

Bunyi derap langkah suku waro semakin dekat, dengan berat hati Si Tikam meninggalkan ayahnya lalu lari dan bersembunyi. Suku waro membunuh bapak si tikam karena  nafasnya masih tersendat-sendat belum tewas.

Tidak hanya bapak Si Tikam, warga suku bolakma yang masih belum tewas, nyawanya dihabiskan dengan cara sadis dan kejam. Kejadian memilukan itu membuat si tikam sangat terpukul.

Baca Juga: Kerajaan Allah Bukan Soal Makan Minum, Tetapi Soal Kebenaran, Damai Sejahtera dan Sukacita

Hati Si Tikam gundah, hancur berkeping-keping. Kejadian itu membuat Si Tikam patah arang, ia merasa masa depan dan cita-citanya suram. Kemana ia harus bertahan hidup dan mengadu nasib karena hanya sebatang kara.

Kampung Si Tikam mengalami nasib malang, sudah jatuh tertimpa tangga pula, mungkin pepatah ini pantas disematkan kepada suku Bolakma, asal Si Tikam. Sudah hancur diserang, malah datang sekelompok anak muda menjarah.

Usai perang suku reda, sore harinya datang kelompok muda melakukan penjarahan,Ssi Tikam msih berada di kampungnya sembari menangis tersedu-tersedu mengingat kedua orang tuanya yang sudah menghadap sang pemilik hidup. Rasa takut terhadap musuh yang meghancurkan kampungnya masih tetap menyelimuti.

Salah satu dari anggota kelompok anak muda itu berbaik hati mengajak Si Tikam untuk bergabung dengan mereka. Meski diajak tetapi si tikam tak diterima secara baik dalam kelompok ini. Sebagian pemuda tak menerima, mereka menghina dan melakukan kekerasan namun Si Tikam memilih diam.

Baca Juga: Presiden Jokowi Bahas Situasi Ukraina dengan Presiden Macron

Si Tikam pasrah meski dibully habis-habisan. Bahkan ketua kelompok anak muda itu memukul rekannya yang memberi makan kepada si tikam. Kadang Si Tikam berupaya melerai namun ketua geng kelompok muda ini memukul Si Tikam bersama 10 rekannya yang membantu Si Tikam.

Tak tahan atas perlakuan terhadap si tikam, 10 kelompok anak muda itu melakukan perlawanan terhadap ketuanya hingga berujung pertengkaran. Namun, Si Tikam berupaya melerai dan berhasil mendamaikan serta membela anak-anak muda yang memberi dia makan.
 
Berkat upaya mendamaikan, akhirnya Si Tikam diterima oleh kelompok anak muda ini. Suatu saat, siang hari Si Tikam bersama kelompok anak muda itu melintasi kompleks asrama TNI dan melihat ada pohon mangga berbuah lebat.

Baca Juga: Presiden Jokowi Dorong Negara G7 Investasi Sektor Energi Bersih di Indonesia

Gerombolan kelompok anak muda itu hendak mencuri namun menyuruh Si Tikam yang memanjat. Saat Si Tikam sudah berada diatas pohon dan asyik memetik, Joko melintasi lokasi itu dengan kendaraan roda duanya (motor).

Joko hendak pulang ke rumahnya dari kantor, ia melihat kelompok anak muda itu bersama Si Tikam hendak mencuri mangga. Anak jalanan lainnya memilih lari, hanya tinggal dua anak  tetap bersama Si Tikam. Joko menanyakan mereka.

Dua anak itu bersama Si Tikam bercerita panjang lebar kepada Joko alasan mengapa mereka mencuri mangga. Mendengar cerita mereka, Joko merasa ibah lantaran selain alasan Si Tikam sudah tak punya keluarga,Si Tikam hidup seorang diri.

Mendengar kisah piluh si tikam, Joko bertekad mengangkat si tikam menjadi anak angkat lantaran ia sudah lama menikah namun belum dikaruniai anak. Si Tikam pun mau jadi anak angkat pak Joko.

Joko adalah salah satu anggota TNI Angkatan Darat. Si Tikam di didik, di bina dan dilatih tentang perjuangan hidup dengan jiwa nasionalis dan religius. Tak hanya itu, Joko juga mengajari hidup disiplin, bersih, tata krama dan sopan santun.

Alhasil, si tikam berjiwa disiplin tinggi. Suatu saat orangtua angkat bersama Si Tikam (bapak dan ibunya) pergi ke pasar untuk membeli keperluan rumah tangga, ternyata di pasar itu ada anak-anak jalanan yang juga teman Si Tikam.

Baca Juga: Stop Paksa Papua, Indonesia Tidak Lestarikan Noken Unesco Khas Papua, Oleh : Titus Pekei

Mereka mangkal di pasar. Salah satu anak melihat Si Tikam. Ketika melihat Si Tikam, ia memprovokasi rekan-rekannya untuk menghadang dia dan keluarga angkatnya.

Anak-anak jalanan itu mengajak Si Tikam untuk kembali bergabung. Namun, Si Tikam tak mau, mereka tetap bersikeras memaksa. Joko, bapak angkat Si Tikam, berupaya melerai.

Tak sengaja, salah satu anak didorong jatuh hingga kepalanya terbentur batu, akhirnya berdarah. Rekan-rekannya bergerak cepat lalu menolongnya kemudian pergi.

Ternyata, urusan tak sampai disitu. Anak-anak jalanan itu melapor ke seniornya. Saat kedua orangtua angkat bersama Si Tikam dalam perjalanan pulang ke rumah, mereka dihadang dan ingin membalas dendam.

Perkelahian pun tak terhindarkan, adu fisik tangan dengan tangan. Lima orang mengeroyok Si Tikam. Sementara Joko dikeroyok tujuh orang didepan sebuah warung. Setelah mereka pergi meninggalkan Si Tikam dan sang ayah angkatnya.

Menjelang senja, matahari nyaris terbenam dibalik bukit. Tampak dari jauh, kendaraan roda dua (motor) milik salah satu anggota TNI datang ke rumah Joko. Ia mengantarkan surat perintah tugas.

Joko diperintahkan oleh infantri untuk melakukan tugas pengamanan di wilayah konflik. Ketika anggota TNI yang mengantar surat perintah itu pergi, Joko memanggil istri dan si Tikam memberitahukan isi surat perintah itu.
Baca Juga: Alumni SMP 6/11 Kota Jayapura Siap Gelar Reuni Akbar, Ketua Yohan Ongge Ajak Semua Angkatan Berpartisipasi
Lantaran bakal berangkat dan tugas diluar, Joko menasihati Si Tikam, dengan harapan anak angkatnya kelak nanti berguna bagi bangsa dan negara. Joko ditugaskan di salah satu wilayah konflik di Papua.
Baru tiga bulan bertugas, ada kontak senjata dari Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).

Joko tertembak dalam peristiwa tersebut. Ia tewas ditangan kelompok itu. Esok harinya, salah satu aggota Yonif datang ke rumah Joko, menemui Tina, istri tercinta Joko untuk mengabarkan berita duka.

"Joko gugur dalam tugas, ia tewas ditembak KKB," kata anggota Yonif itu kepada istrinya sambil menatap foto Joko dengan mata berkaca-kaca. Si Tikam mendengar kabar dukacita itu. Dia sangat terpukul.

Ia berdiri dibalik pintu kamar, sungguh sedih nasib sial terus menimpa orangtua yang ia harapkan. Air matanya tak tertahankan mengalir didahinya. Si Tikam menangis hiteris dibalik pintu. Orangtua yang menjadi tumpuan hidup dan selalu menasihatinya, sudah tiada.

Baca Juga: Dukung Kemajuan Olahraga, Bank Papua Jadi Sponsor Porkab II 2022 Kabupaten Jayapura

Kasus itu membuka memori si Tikam, mengingat kembali pembunuhan sadis yang dialami kedua orangtua kandungnya saat perang suku menimpa kampungnya. Seolah Tuhan tak adil dalam hidupnya.

"Ayah dan ibu kandung saya terbunuh, sekarang ayah angkat saya tertembak. Sampai kapan saya harus jalani hidup dengan penuh air mata," kata siTikam dalam hati sembari menangis. Tak tahan, ia keluar dari balik pintu lalu berlari jauh mencucurkan air mata sembari mengingat masa-masa indah bersama orangtua.

Si Tikam merasa dunia tidak adil. Namun, kejadian menyedihkan yang silih berganti menimpa Si Tikam, ia jadikan sebagai pelajaran berharga. Peristiwa sadis berujung pilu itu mengajari Si Tikam untuk bangkit.

Rupanya si Tikam memutuskan dalam diri bahwa ia harus menjadi abdi negara melanjutkan cita-cita almarhum ayah angkatnya, harus menjadi polisi sekaligus mengangkat harkat dan martabat sukunya. Menjadi abdi negara juga janjinya kepada sang ayah tiri.

Tina, istri almarhum Joko tak patah arang atas musibah yang menimpa suaminya. Ia memilih  bertahan hidup dan berjuang menyekolahkan Si Tikam, anak angkatnya di SMA. Semasa sekolah, nekad dalam batin Si Tikam bahwa perjuangan tanpa menyerah dengan keadaan apapun.

Nekat itu menghantarnya mendapat nilai terbaik di sekolahnya. Setelah lulus sekolah, si tikam meminta restu dari ibu angkatnya ke Jayapura untuk mendaftar menjadi anggota Polri. Pendaftaran hingga pengumuman dilakukan oleh Biro SDM Polda Papua.

Setelah tes, Si Tikam meraih peringkat satu, dan lulus mengikuti pendidikan bintara Noken di SPN Polda Papua. Selama tujuh bulan  dia mengikuti pendidikan. Menggembirakan, Si Tikam mendapat predikat siswa teladan dari 273 siswa noken lainnya.

Kapolda Papua bangga dan mengapresiasi prestasi yang ditorehkan si Tikam. Kapolda berharap Si Tikam mengabdi dan menjalankan tugas secara profesional. Usai pendidikan, Si Tikam ditugaskan di kampung halamannya.

Saat hendak berangkat tugas, Si Tikam pulang ke rumah menemui ibuTina, ibunda angkatnya. Si Tikam menangis sambil memeluk ibunda angkatnya erat-erat, ia ingat kembali masa lalu yang pahit yang dilaluinya.

Si Tikam membayangkan ayah kandung dan ayah  angkatnya, banting tulang bekerja keras untuk besarkan  dia. Keduanya berupaya membesarkannya, mendidiknya hingga bisa sukses. Sedih mengingat, dua ayah kebanggannya buru-buru dipanggil Tuhan dipertengahan hidup dengan cara sadis.
Baca Juga: Mari Melangkah Bersama Teladan Tuhan dan Hidup Saling Memberkati Sesama
Setiba di tempat tugas yakni kampung halamannya, si Tikam bersama dua bintara noken yang juga rekannya menghadap dan melapor ke Kapolres. Saat melapor, Kapolres memberikan arahan dan menjelaskan kondisi masyarakat di wilayah hukumnya.

Setelah mendapat arahan, Si Tikam dan dua rekannya segera masuk barak dan membersihkan tempat tidurnya. Ternyata, Si Tikam belum membeli perlengkapan mandi sehingga ia meminta izin ke rekannya untuk pergi membeli.

Saat membeli perlengkapan mandi, didepan toko itu, ada rekan anak jalanan, teman si Tikam waktu kecil. Dialah yang menegur dan mengejek Si Tikam hingga perkelahian.

Si Tikam kembali diserang dan dikeroyok 10 orang yang berhenti. Tapi cepat tertolong lantaran ada mobil patroli lewat, Si Tikam selamat, ia kembali ke barak lalu mandi dan tidur.

Besok harinya, masih pagi datanglah suku Wolakma ke Polres untuk membuat laporan bahwa suku Waro telah melakukan tindak pidana (pembunuhan). Atas dasar itu, Kapolres memanggil dan memerintahkan Si Tikam dan dua rekannya.

Si Tikam dan dua bintara noken diprintakan  untuk menyelesaikan  permasalahan ataupun konflik yang terjadi di suku Waro. Lagi-lagi, Si Tikam dan 2 bintara noken saat sampai di suku Waro, terjadi perdebatan  sengit dan  pengeroyokan kepada Si Tikam  dan 2 temannya. Akhirnya mereka Kembali ke Polres untuk meminta batuan dan mendatangi perkampungan suku Waro dan menangkap kepala sukunya bersama provokatornya.

Saat penyelesaian masalah antara kedua suku (Waro dan Bolakmo) di Polres setempat  , dengan upacara adat yaitu patah panah dan bayar babi serta sejumlah uang. Penyerahan disaksikan oleh Kapolres, Dandim dan Bupati.

Saat momentum patah panah yang dilakukan kedua suku, ia tetap mendekam di pondok prodeo, bersamaan waktu, datang seorang wanita cantik yang ingin melihat bapaknya (kepala suku waro) lantaran ditahan di balik jeruji Polres.

Kepala suku keluar dan menemui anaknya, tanpa sengaja Si Tikam melihat perempuan itu. Si Tikam pun  langsung jatuh cinta.
Dari situlah cinta mereka bersemi.

Baca Juga: Tuhan Telah Mengasihi Kita, Demikian Pula Kita Harus Saling Mengasihi

Kekasih Si Tikam adalah anak dari Kepala Suku Waro  pembunuh orang tua kandungnya  saat perang suku. Ia memiliki anak perempuan yang  cantik.. Sangat  dilematis akankah tugas Si Tikam dan dua rekannya berhasil menyelesaikan pertikaian yang terjadi. Ketika Asmara berkuasa, amarah dan sakit hati Si Tikam lenyap. Lantaran cinta, kejadian pilu yang menimpanya selesai seolah tak ada peristiwa tragis dimasa lampau.

Catatan :
Kisah ini adalah kisah nyata tentang perang suku di Papua.
Bintara Noken Polri sendiri merupakan bintara Polri yang berasal dari putra daerah Papua sendiri.Nama Noken diambil dari salah satu warisan budaya bangsa masyarakat Papua.


Noken adalah tas asli masyarakat  Papua yang dirajut dari tali-tali hutan  menjadi sumber inspirasi menampung segala macam saran, pendapat, aspirasi, keluhan dari rayat yang di tujukan kepada Kepala Suku / Pemimpin adat. (Penulis adalah Jan Willem Ongge, menjawab Tugas Reportase pada Mata Kuliah Reportase dan Penulisan Naskah Dari Universitas Siber Asia).***

Editor: Fransisca Kusuma


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x