PORTAL PAPUA - Akibat ketidakakuratan perencanaan, PLN harus mengalami surplus listrik hingga 60 persen yang dapat berpotensi merugikan keuangan PLN.
Pasalnya, model perencanaan RUPTL sebelumnya menargetkan pertumbuhan kebutuhan listrik sebesar 7-8 persen, namun realisasinya hanya 5 persen.
Belum lagi ditambah dengan permintaan kebutuhan listrik yang kian menurun akibat pandemi Covid-19.
Baca Juga: Berbusana Ala Korean Style, Unggahan Gisel Anastasia Dibanjiri Komentar Pedas Netizen
Hal ini membuat PLN terus dipacu untuk menambah jumlah pembangkit dan membuka kerja sama pembelian listrik swasta dengan sistem Take Or Pay atau TOP.
“Model perencanaan sebelumnya mengasumsikan pertumbuhan kebutuhan listrik sebesar 7-8 persen, padahal realisasinya di bawah 5 persen, apalagi saat pandemi COVID-19, dengan permintaan listrik industri semakin merosot,” ungkap Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto dalam siaran pers, Selasa, di Jakarta, seperti diberitakan Antara.
Agar tidak mengalami kerugian untuk kesekian kalinya, Mulyanto meminta p PT PLN (Persero) lebih cermat, akurat, dan berhati-hati dalam menyusun Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) periode 2021-2030.
Baca Juga: Kabar Buruk Menimpa Keluarganya, Fadli Zon: Rasanya Ikut Sakit